Warga Sukadanaham, Tanjung Karang Barat (TKB), Kota Bandarlampung, merasa resah dengan keberadaan Diskotik Edge, yang berada satu komplek dengan The Summit Bistro. Kehadiran diskotik yang dekat dengan pemukiman warga itu dinilai memberikan dampak buruk terhadap lingkungan warga. Mereka pun mengadu ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bandarlampung, meminta diskotik itu ditutup.
Belasan warga Sukadanaham menemui Komisi I DPRD Bandarlampung pada Senin (06/04) kemarin. Mereka mengeluhkan dampak negatif yang dirasakan masyarakat sejak diskotik tersebut beroperasi.
“Kawasan Sukadanaham kalau malam ini jadi ramai. Padahal sebelumnya kawasan ini selalu tenang. Belum lagi wanitanya kalau pulang sering teriak-teriak. Ada juga warga kami yang tertangkap narkoba akibat diskotik itu," ujar seorang perwakilan warga bernama Ferdinand, 37, dalam sesi hearing dengan Komisi I DPRD.
Dikatakan Ferdinand, warga meminta Diskotik Edge yang berada satu komplek dengan The Summit Bistro segera ditutup, pasalnya keberadaan tempat hiburan malam itu menimbulkan banyak masalah bagi warga.
Menurut pengakuan Ferdinand, Diskotik Edge tidak mengantongi izin gangguan dari warga setempat. “Kami hanya memberikan izin berdirinya rumah makan atas nama The Summit Bistro, diskotik Edge ini baru muncul di akhir tahun 2014, " ujar dia
Ferdinand menjelaskan, awalnya managemen meminta izin untuk mengadakan pesta tahun baru. Warga sepakat memberikan izin untuk itu. Namun herannya, setelah acara tahun baru malah muncul diskotik di komplek itu sampai sekarang. “Awalnya kami kira, pestanya cuma untuk tahun baru ternyata malah sampai sekarang. Rupanya mereka buat diskotik," jelasnya, didampingi sejumlah warga, Tata dan Badri.
Ferdinand merujuk kepada peraturan Rencana Tata Ruang Wilayah kawasaan (RTRW), Sukadanaham sebagai kawasan pariwisata, bukan tempat hiburan.
Menyikapi pengaduan tersebut, Anggota Komisi I Ali Yusuf Tabana, DPRD akan segera mengundang Badan Penanaman Modal dan Perizinan (BPMP), Kota Bandarlampung, Lurah dan Camat Tanjung Karang Barat, serta managemen diskotik Edge guna mendapat gambaran permasalahan utuh. Pihkanya juga akan menginvestigasi awal berdirinya diskotik tersebut.
“Kata warga Summit Bistro itu rumah makan, tapi tiba-tiba muncul diskotik, dan warga tidak pernah kasih izin. Dari pengaduan warga, diskotik itu sudah buat warga resah, makanya kita akan adakan hearing lanjutan,” ujar Ali seperti dikutip dari harianlampung.com.
Ali mengatakan, komisinya akan mengundang BPMB, Lurah dan Camat, termasuk managemen diskotik tersebut. “Sebernarnya mereka hari ini kita undang, tapi justru tidak datang," kata Ali.
Ali mengatakan, seharusnya di kawasan itu tidak diperuntukan bagi tempat hiburan. Apalagi lokasinya berada di kawasaan permukiman dan mendapat penentangan warga. “Kalau memang lebih banyak mudhorat, dari manfaatnya lebih baik ditutup. Karena percuma buat PAD, kalau moral generasi ini rusak," ujar dia.
Pengaduan warga ke komisi I diterima sejumlah anggota Komisi diantaranya Ketua Dedi Yuginta, Agus Sujatma, Indrawani, Hambali, Ivan Setiawan, Handrie Kurniawan, Edison, Ali Yusuf Tabana.
Secara terpisah, Kepala Dinas Pariwisata Bandar Lampung Yus Amri mengaku akan mengecek terlebih dahulu terkait izin diskotik tersebut. “Saya akan cek dulu, ke bawahan. Sekarang saya belum bisa komentar, nanti salah, karena saya tidak tahu apakah sudah ada izin atau belum," jelasnya.
Saat harianlampung.com menelusuri lebih lanjut mengenai keberadaan izinnya, Kepala Bidang Perizinan, Badan Penanaman Modal dan Perizinan (BPMP) Fahrudin membenarkan bahwa Diskotik The Edge memang tidak memiliki izin.
“Ya masalah itu memang dibahas dalam hearing dewan hari ini. Tapi kami tidak bisa hadir. Tapi, di BPMP hanya tercatat izin rumah makan atas nama The Summit Bistro, tidak ada diskotik atau izin menjual minuman beralkohol," katanya ketika dihubungi harianlampung.com via telepon.
Terpisah, General Manager Operasional Summit Bistro dan Diskotik The Edge, Iskandar, menolak berkomentar perihal izin usaha tempat hiburan Egde. Iskandar mengaku tidak berkompeten memberi keterangan lebih lanjut. “Saya kurang tahu soal izin, karena saya hanya bertugas menjalankan operasional bagi The Summit Bistro, dan diskotik The Edge. Lain ceritanya jika saya diberi mandat oleh owner," ujar dia.
Iskandar menjelaskan, saat ini The Edge buka setiap hari sejak jam 18:00-24:00. “Kalau weekend kami tutup lebih telat sedikit, mungkin sekitar jam 01:00 sampai 02:00," katanya.
Pantauan harianlampung, The Edge terletak di lantai 2 The Summit Bistro. The Edge dilengkapi dengan lounge berkapasitas 50 seat, bar, panggung dan lantai dansa.
Sementara itu, owner The Summit Bistro dan The Edge H. Darusallam membantah anggapan usahanya, tidak berizin. “Sudah ada semua kok, baik izin penjualan minuman beralkohol dan hak operasional. Izin the Edge dan The Summit Bistro di bawah PT Perisai Utama. Ini satu, lokasinya sama, bangunannya sama dan pemiliknya sama," katanya.
Darusallam menyambut baik rencana untuk hearing lanjutan dengan DPRD. “Kita sambut baik, hari ini saya sedang di luar kota. Hearing berikutnya kami akan datang, sembari menyiapkan surat-surat yang diperlukan," ujar dia.
© Copyright 2024, All Rights Reserved