Fraksi Partai Golkar mengusulkan agar sistem proporsional tertutup digunakan pada Pemilu 2019 mendatang. Penentuan calon terpilih berdasarkan nomor urut, bukan suara terbanyak seperti yang dipakai pada Pemilu 2014.
Anggota Panitia Khusus RUU Pemilu dari Fraksi Partai Golkar, Rambe Kamarul Zaman mengatakan, sistem proporsional tertutup untuk meneguhkan kedudukan partai politik dan memperkuat kewenangan parpol. "Sekaligus mengeliminir dampak negatif dari sistem proporsional terbuka yang mahal," kata Rambe Gedung DPR, Jakarta, Rabu (18/01).
Rambe juga ingin agar Pansus mempertimbangkan penambahan jumlah kursi di DPR yang saat ini berjumlah 560 kursi. Namun Rambe tidak menyebut berapa penambahannya dan menyerahkan sepenuhnya pada pembahasan nanti di Pansus Pemilu.
"Karena kita ingin perhitungannya dengan naik sedemikian rupa, juga harus dengan perhitungan akar pangkat 3 dari jumlah penduduk," ujar Rambe.
Rambe menambahkan, keputusan partainya memilih sistem proporsional tertutup merupakan amanat Munaslub Partai Golkar. "Partai Golkar memperjuangkan sampai titik darah penghabisan sistem pemilu yang akan kami wujudkan adalah sistem pemilu proporsional," kata Rambe.
Rambe mengatakan, partainya memiliki sikap konkret untuk memperjuangkan itu. Ia mengklaim, Golkar mementingkan kepentingan bangsa bukan hanya kelompok.
"Partai Golkar tidak mengutamakan kepentingan partai daripada kepentingan bangsa dan negara," tuturnya.
Rambe menyebut, fraksinya setuju dengan usulan pemerintah terkait ambang batas presiden, yakni parpol harus mengantongi 20 persen kursi di DPR atau 25 persen suara sah nasional di Pemilu 2014 lalu.
Sementara mengenai ambang batas parlemen atau parliamentary treshold, Rambe mengatakan, Fraksi Golkar mengusulkan angka 10 persen. Angka ini terbilang jauh dari ambang batas sebelumnya yakni 3,5 persen.
© Copyright 2024, All Rights Reserved