Kebijakan mantan Menteri Kehakiman dan HAM Yusril Ihza Mahendra tidak salah. Yang terjadi dalam kasus biaya akses Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum), pemerintah diakali oleh kontraktor. Dalam hal ini, rekanan proyek sisminbakum, PT Sarana Rekatama Dinamika (SRD).
Demikian pendapat yang dikemukakan oleh mantan Menteri koordinator Bidang Perekonomian dan Perindustrian Kwik Kian Gie usai memberikan keterangan kepada penyidik Kejaksaan Agung di Gedung Bundar, Kejagung, Rabu (05/01). “Ada unsur bahwa pengusahanya ngakalin, menyalahgunakan kesempatan dalam kesempitan.”
Argumen Kwik itu muncul setelah melihat data perolehan PT SRD. Seperti diketahui, dalam perjanjiannya dengan Departemen Hukum, dari pengadaan Sisminbakum, PT SRD meraup 90 persen, dan kementerian hanya memperoleh 10 persen.
Diterangkan Kwik, harga pokok untuk melakukan komputerisasi Sisminbakum ternyata hanya Rp500 juta. Tiap harinya, SRD menangani 35 ribu akta tertunggak, dan 200-250 akta baru, dengan biaya akses Rp1,3 juta per perusahaan. Jika balik modalnya sepuluh tahun, maka SRD pada tahun ke-10 akan memperoleh total Rp400 miliar.
Bagi Kwik, datanya tersebut cukup mengejutkan. “Kalau itu saya ditanya sebagai ekonom yang juga memiliki pengalaman sebagai pengusaha, saya bilang itu tidak pantas. Kalau mau cari uang ya cari uang. Akan tetapi ada kepatutannya. Kalau investasinya Rp500 juta dan hasilnya Rp400 miliar kan tidak masuk akal,” ujar dia.
Oleh sebab itu, Kwik memaklumi jika Kejaksaan sangat berhasrat menjadikan biaya akses Sisminbakum sebagai sebuah perkara. Kerugian negara dalam bentuk uang memang tak ada. Tapi, sambung dia, biaya akses Sisminbakum Rp1,35 juta, menjadi terasa mahal jika dibandingkan keuntungan yang diraup PT SRD.
© Copyright 2024, All Rights Reserved