Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Arteria Dahlan, membandingkan penanganan masalah honorer kategori dua (K2) pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan pemerintahan Joko Widodo saat ini. Ia menilai, penanganan honorer K2 di era SBY jauh lebih manusiawi.
“Saya ingat sekali, perjuangan honorer tertinggal ini sejak 2005 hingga saat ini. Saat pengangkatan honorer tertinggal dibatasi hingga 2009, tapi Pak SBY tidak langsung meng-close. Beliau masih memberikan ruang penyelesaian berikutnya,” ujar anggota Komisi II DPR itu.
Arteria menilai sikap SBY lebih manusiawi dibanding sikap yang ditunjukkan pemerintahan Joko Widodo saat ini. Arteria mengatakan, bukti keberpihakan SBY kepada honorer kembali ditunjukkan dengan keluarnya PP Nomor 56 Tahun 2012, yang mengakomodir honorer K2. Meski PP yang berumur 2 tahun itu menjadi tanda berakhirnya pengangkatan K2, namun lagi-lagi pemerintahan SBY memberikan celah penyelesaian lanjutan.
Yaitu, dengan mengeluarkan surat edaran untuk melakukan verifikasi dan validasi data honorer K2 yang tidak lulus tes. SE ini keluar lantaran yang lulus tes ternyata banyak honorer bodong.
“Kita lihat, Pak SBY selama memerintah 10 tahun sangat manusiawi ke honorer. Saya ini politikus PDIP, tapi saya salut kepada Pak SBY. Sikap beliau jauh berbeda dengan Presiden Jokowi,” kritiknya.
Arteria menyarankan, Jokowi yang dikenal dekat dengan rakyat seharusnya memberikan kebijakan yang berpihak kepada honorer K2. Bukan malah mematikan kesempatan mereka menjadi CPNS.
“Pemerintah harus ingat, kenapa mereka sampai menuntut karena saat rekrutmen 2013, ada yang bodong lolos CPNS.”
Arteria menyarankan, jika pemerintah tidak memiliki kemampuan untuk mengangkat seluruh honorer K2 yang jumlahnya mencapai 439 ribuan pemerintah bisa mengangkat yang terverifikasi. “Angkat saja K2 yang asli dan telah diverval itu yang jumlahnya 297 ribuan,” tandasnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved