Perhelatan akbar Sidang Tahunan MPR telah berakhir. Apa yang diperoleh dari sidang yang berlangsung sebelas hari itu. Ketua MPR Amien Rais boleh juga berbangga hati dengan menyebut MPR di masa kepemimpinannya telah melakukan sebuah lompatan besar, melakukan amandemen UUD 1945.
Memang harus diakui, dengan adanya perubahan UUD 1945 tersebut, Indonesia mempunyai sebuah UUD yang lebih sempurna dibandingkan dengan UUD 1945 sebelumnya.
Kalaupun nantinya ditemui adanya kekurangsempurnaan dalam rumusan perubahan UUD 1945 yang baru, kata Amien Rais, harus diakui tidak ada pekerjaan manusia yang sempurna di manapun. Untuk itu, Komisi Konstitusi (KK) akan segera menyempurnakan perubahan UUD 1945 itu berdasarkan Ketetapan (Tap) MPR Nomor I/MPR/2002 tentang Pembentukan Komisi Konstitusi.
Dalam Rapat Paripurna ST MPR 2002 yang dihadiri oleh Presiden Megawati Soekarnoputri dan Wakil Presiden (Wapres) Hamzah Haz, serta pimpinan lembaga tinggi negara lainnya (Minggu 11/08/2002), Amien Rais bersama pimpinan MPR lainnya menyerahkan enam Tap MPR yang dihasilkan ST MPR yang berakhir Minggu dini hari kepada Presiden, Ketua Mahkamah Agung (MA) Bagir Manan, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Akbar Tandjung, Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Satrio B Joedono, dan Ketua Dewan Pertimbangan Agung (DPA) Achmad Tirtosudiro.
Selain enam Tap MPR tersebut, yang dihasilkan dari ST MPR 2002 ini adalah Perubahan Keempat UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Keenam Tap MPR tersebut antara lain Tap MPR Nomor I/MPR/2002 tentang Pembentukan Komisi Konstitusi, Tap MPR Nomor II/MPR/2002 tentang Rekomendasi Kebijakan untuk Mempercepat Pemulihan Ekonomi Nasional, Tap MPR Nomor III/MPR/2002 tentang Penetapan Pelaksanaan Sidang Tahunan MPR Tahun 2003, Tap MPR Nomor IV/ MPR/2002 tentang Pencabutan Ketetapan MPR Nomor VI/ MPR/1999 tentang Tata Cara Pencalonan dan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia, Tap MPR Nomor V/MPR/2002 tentang Perubahan Keempat atas Ketetapan MPR Nomor II/ MPR/ 1999 tentang Peraturan Tata Tertib MPR, dan Tap MPR Nomor VI/MPR/2002 tentang Rekomendasi atas Laporan Pelaksanaan Putusan MPR oleh Presiden, DPA, DPR, BPK, MA pada Sidang Tahunan MPR 2002.
Penyerahan enam Tap MPR ini juga menandai berakhirnya Sidang Tahunan MPR yang telah berlangsung sejak 1 Agustus lalu hingga Minggu dini hari. Sebelumnya, ST MPR dijawalkan akan berakhir pada Sabtu.
Namun karena alotnya proses pengesahan Perubahan Keempat UUD 1945-terutama setelah munculnya usulan Fraksi TNI/Polri soal penambahan pasal pada Aturan Tambahan untuk mengakomodasi Komisi Konstitusi-penutupan ST MPR tertunda hingga Minggu. Pengesahan hasil ST MPR yang dimulai Sabtu pukul 20.30 baru selesai pada Minggu dini hari. Pengesahan hasil-hasil ST MPR itu dilakukan melalui musyawarah dan mufakat serta voting terbuka.
Apa sebetulnya lompatan besar itu? Mengamati hasil amandemen, maka perubahan besar terjadi pada dua lembaga penting, masing-masing, lembaga presidenan dan lembaga MPR.
Dengan hasil amendemen keempat ini maka presiden pada 2004 dipilih secara langsung oleh rakyat, baik pada putaran pertama maupun putaran kedua. erubahan besar lainnya menyangkut komposisi MPR. Kelak, bersamaan dengan presiden hasil pilihan rakyat itu, isi MPR pun berubah. MPR nanti hanya terdiri dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Jadi, tidak ada lagi anggota MPR yang diangkat. Semuanya adalah hasil pemilihan umum.Maka, tamatlah riwayat Fraksi TNI/Polri dan Fraksi Utusan Golongan.
Sidang tahunan MPR kali ini memang telah menghasilkan lompatan besar. Tetapi, ketidakpuasan terhadap hasil amendemen itu tidak otomatis turut berakhir. Amendemen keempat tetap meninggalkan kekecewaan, karena MPR gagal melahirkan Komisi Konstitusi yang ideal.
Koordinator Koalisi untuk Konstitusi Baru (KKB), Bambang Widjoyanto, kecewa terhadap keputusan MPR mengenai Komisi Konstitusi. Apalagi pengaturannya hanya dalam Ketetapan MPR, bukan dalam aturan peralihan atau tambahan UUD 1945.
Sehingga jadi tidaknya dibentuk sangat tergantung pada konstelasi politik pada ST MPR 2003. Selain itu kewenangan dari Komisi Konstitusi juga sangat lemah. Yakni tak lebih sebagai lembaga pengkajian.
"Karena baru Rancangan Ketetapan kan bisa diterima bisa ditolak. Apalagi perhatian masyarakat besok sudah pada UU Pemilu. Jadi masalah ini bisa lolos dari perhatian publik. Jadi, pembentukan Komisi Konstitusi ini belum jelas, sementara substansinya dimanipulasi," tandasnya.
Itulah sebabnya Bambang, Jumat pekan lalu, mengekspresikan kekecewaannya dengan menyobek Rantap Pembentukan Komisi Konstitusi yang dihasilkan Komisi A di Gedung DPR/MPR. Soal ini Bambang menyatakan, "Saya ingin mewujudkan hak marah saya untuk mendesakkan kebenaran."
© Copyright 2024, All Rights Reserved