Aung San Suu Kyi menunjuk mantan Sekretaris Perserikatan Bangsa-Bangsa, Kofi Annan, untuk memimpin komisi pemberantas pelanggaran hak asasi manusia di Rakhine, di mana kekerasan antara kaum Buddha dan kelompok minoritas Muslim Rohingya terus berkecamuk.
“Pemerintah Myanmar ingin menemukan solusi berkelanjutan dalam masalah rumit di Rakhine. Itulah mengapa pemerintah membentuk komisi pengawas," dalam pernyataan yang dirilis oleh kantor Suu Kyi, Rabu (24/08).
Dijelaskan, komisi ini akan melibatkan 9 anggota independen, termasuk 6 orang Myanmar dan 3 warga asing. Tak hanya itu, formasi komisi ini juga akan diperkuat oleh komunitas Muslim dan etnis dari Rakhine.
Pembentukan komisi ini diumumkan menjelang kunjungan Sekjen PBB, Ban Ki-moon, ke Myanmar pada akhir Agustus mendatang. Setelah itu, Suu Kyi dijadwalkan berkunjung ke Amerika Serikat pada September mendatang. Ia diperkirakan bakal menyambangi Majelis Umum PBB.
Suu Kyi mengatakan, komisi ini akan berfokus pada pencegahan konflik, mengupayakan bantuan kemanusiaan, serta rekonsiliasi nasional, hak asasi manusia, dan pembangunan di Rakhine. Komisi ini akan menerbitkan laporan setelah satu tahun dibentuk.
Konflik di Rakhine sangat memprihatinkan. Llebih dari 100 orang tewas akibat kekerasan di daerah tersebut sejak 2012. Lebih dari 125 ribu etnis Rohingya yang tak memiliki tempat tinggal kini mengungsi ke luar negeri dengan nasib tak menentu.
Pembentukan badan ini dianggap sebagai kemajuan reformasi demokrasi dalam masa kepemimpinan baru setelah lengsernya Thein Sein dari kursi presiden Myanmar.
Suu Kyi sempat dikritik karena tidak menyinggung Rohingya dalam kampanye-kampanyenya menjelang pemilihan umum. Namun, Suu Kyi sendiri sebenarnya tidak dapat menjadi presiden karena terhalang konstitusi junta militer.
Tak kehabisan akal, Suu Kyi menunjuk orang kepercayaannya untuk menjadi Presiden, sementara ia sendiri menjabat sebagai Kanselir Negara dan menteri luar negeri.
© Copyright 2024, All Rights Reserved