Kementerian Pertanian (Kementan) terus berupaya menekan gejolak harga sejumlah komoditas pertanian hingga menjelang bulan puasa. Oleh sebab itu, secara temporer bazar murah terus digelar hingga nantinya dipermanenkan dengan Toko Tani Indonesia (TTI).
Pada Kamis (07/04), bazar murah digelar di Pasar Ciplak Jakarta Selatan, Pasar Cijantung Jakarta Timur dan Pasar Rawasari Jakarta Pusat.
"Bazar ini diselenggarakan untuk membantu petani mendapatkan keuntungan yang wajar dan masyarakat mendapatkan harga yang stabil. Karena bazar ini merupakan salah satu upaya untuk mengendalikan harga pangan di tingkat konsumen, sekaligus menyampaikan kepada masyarakat bahwa harga komoditas pangan bisa murah dengan tanpa merugikan petani," kata Kepala Badan Ketahan Pangan Kementan, Garjita Budi, saat meninjau pelaksanaan Bazar Murah Toko Tani Indonesia di Pasar Cijantung, Jakarta Timur.
Menurutnya, pada bazar murah kali ini beras premium yang berasal dari Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Banten dijual dengan harga Rp7.500/kg. Sedangkan cabai merah keriting Rp9.500/3 ons, cabai rawit Rp7.000/2 ons. Komoditas tersebut dari Garut. Dan, untuk bawang merah dari Nganjuk dijual seharga Rp10.000/3 ons.
"Dengan harga yang kami tawarkan, kami tidak mengambil keuntungan. Karena keberadaan kami hanya ingin memfasilitasi petani. Jadi pada bazar ini petani bisa langsung menjual komoditasnya kepada masyarakat. Sehingga bisa memberikan keuntungan bagi semua pihak. Hal ini akan terus kami lakukan pada TTI. Rencananya, untuk tahun ini ada 1000 TTI di seluruh Indonesia," ungkapnya.
Pihaknya berharap, bazar murah ini bisa mengendalikan harga bahan pangan pokok di tingkat konsumen dengan harga yang wajar tanpa harus merugikan petani. Sehingga petani memperoleh keuntungan, pedagang memperoleh marjin keuntungan yang wajar. Selain itu, akses masyarakat dalam pemenuhan bahan pangan diperoleh dengan harga yang wajar dan terjangkau.
"Selama ini ada perbedaan harga dari tingat petani sampai ke konsumen dengan selisih yang tak jarang di luar batas kewajaran. Adanya perbedaan harga di tingkat petani dan konsumen bukan semata-mata hanya dipenuhi karena aspek produksi ditingkat petani tetapi disebabkan juga karena kondisi tata niaga beras, bawang merah, dan cabai merah," ujarnya.
Kendati demikian, lanjut Gardjita, pembenahan tata niaga pangan tersebut tidak dapat dilakukan dalam waktu yang singkat. Namun, pihaknya terus berupaya untuk meningkatkan produksi dan memperpendek rantai pasok pangan ke konsumen.
"Salah satu strategi yang sedang dikembangkan adalah melalui kegiatan Toko Tani Indonesia (TTI). Kegiatan ini dirancang sebagai solusi permanen dalam mengantisipasi gejolak harga pangan. TTI ini dilakukan dengan memperpendek rantai pasok pangan hingga tiga sampai empat pelaku rantai pasok pangan masyarakat yang diharapkan dapat menjangkau harga pangan yang murah," tandasnya.
Terkait menjelang puasa, pihaknya menyakini stok komoditas bahan pokok akan aman. Oleh sebab itu, pihaknya juga akan melakukan pemantauan agar kenaikan harga yang terjadi tidak terlalu tinggi dan tidak membebani masyarakat. Sejumlah bahan pokok yang dianggap cukup hingga menjelang puasa, di antaranya ayam dan telur. Sedangkan untuk daging sapi, belum bisa sepenuhnya memenuhi kebutuhan dipasaran.
"Kalau kenaikannya sangat ekstrem atau hingga 30 persen, bisa dikatakan diatas normal. Karena itu adalah hal yang sangat tidak kita inginkan. Kasihan masyarakat kalau membeli dengan harga semahal itu. Makanya, kami terus berupaya agar harga dipasaran tidak terlalu fluktuatif. Caranya, mendorong keterbukaan terhadap pedagang kecil agar dapat menjual langsung ke pembeli dan tidak dimonopoli oleh pedagang besar," paparnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved