Badan Informasi Geospasial (BIG) mendorong profesional Informasi Geospasial (IG) yang biasa disebut tenaga pemetaan (surveyor) untuk mengantongi sertifikasi profesi di bidang pemetaan geospasial. Hal ini dimaksudkan agar ada standar yang sama dari hasil pemetaan yang dihasilkan.
Kepala BIG, Hasanuddin Z Abidin, mengatakan kewajiban sertifikasi bagi profesional IG sudah diamanatkan dalam UU No 4 Tahun 2011 tentang IG. Mutu kompentensi tersebut dituangkan dalam suatu standar tertentu yang sudah ditetapkan. Standar kompetensinya dalam bentuk dokumen yang disebut standar kompetensi kerja nasional Indonesia bidang IG (SKKNI-IG) dan kerangka kualifikasi nasional Indonesia bidang IG (KKNI-IG).
"Kualitas standar bagi kompetensi profesional IG, baik berupa SKKNI IG maupun KKNI IG sangat menentukan dalam rangka peningkatan kualitas profesional IG. Oleh karena itu, penerapan sertifikasi profesi saat ini menjadi suatu keharusan baik untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan IG nasional maupun dalam menghadapi persaingan internasional," katanya kepada politikindonesia.com disela-sela focus group discussion (FGD) Konsesus Dokumen KKNI di Jakarta, Selasa (01/08).
Menurutnya, konsensus KKNI Bidang IG merupakan satu langkah penting dari sekian banyak langkah dalam rangka meningkatkan kualitas profesional bidang IG. Sekali telah menjadi konsensus nasional, maka dokumen KKNI IG ini akan menjadi milik masyarakat IG nasional. Oleh karena itu, IG nasional yang dihasilkan harus tersedia secara lengkap, berkualitas, mudah diakses dan dapat dipertanggungjawabkan.
"Kami dan Ketua Komite Akreditasi Nasional akan segera menetapkan KKNI IG sebagai standar nasional dan wajib diacu oleh semua pihak dalam sertifikasi profesi dalam bidang IG. Maka dari itu konsensus KKNI-IG ini diharapkan dapat menghasilkan standar kualifikasi profesional IG yang berkualitas tinggi," tuturnya.
Apalagi, lanjutnya, dengan adanya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) menjadi tantangan bagi Indonesia untuk mempercepat penyediaan tenaga pemetaan tersertifikasi. Sebab, negara-negara seperti Malaysia, Filipina dan Amerika Serikat sudah lebih dahulu menwajibkan sertifikasi untuk surveyornya.
"Saat ini Indonesia memiliki 8.500 orang yang bekerja di bidang IG. Dari jumlah itu, ada 7.030 orang berlokasi di Jawa. Sementara perusahaan atau industri yang bergerak di bidang IG berjumlah 107 dan lokasinya terpusat di Jawa. Padahal, idealnya Indonesia memiliki SDM di bidang IG sekitar 31.500 orang. Kalau SDM kita tidak siap, maka tenaga dari luar negeri yang akan diminati. Bahkan, mereka sudah belajar bahasa Indonesia," paparnya.
Diakui, Indonesia memiliki wilayah yang luas. Sehingga perlu IG yang lengkap dan detail, namun saat ini ketersediaannya masih terbatas. Padahal, pihaknya bekerja dalam penyediaan peta skala 1:50.000, 1:25.000 dalam kebijakan satu peta (KSP). Selain itu, pihaknya juga membuat skala peta yang lebih besar, yaitu 1:5000.
"Peta tersebut untuk keperluan negara sebagai pemetaan rencana detail tata ruang, pemetaan desa, reformasi agraria dan perhutanan sosial. Oleh karena itu kami butuh SDM berkualitas dan kuantitasnya mencukupi. Mulai tahun 2018 semua pelaksanaan IG SDMnya harus bersertifikat," ucapnya.
Dijelaskan, saat ini tenaga surveyor sudah dimulai pada tingkat regional ASEAN melalui kesepakatan para pimpinan negara-negara ASEAN yang disebut dengan Mutual Recognition Arrangement (MRA) on Surveying. Dalam MRA on Surveying, hanya surveyor yang memiliki sertifikat kompetensi yang dapat diterima sebagai surveyor ASEAN. Dalam hal ini, kualitas sertifikasi dan kompetensi surveyor setiap anggota ASEAN akan diuji di lapangan.
"Fakta menunjukkan bahwa MRA on Surveying adalah suatu bentuk persaingan dunia dalam bidang surveying. Sehingga tenaga surveyor memiliki kualitas dan daya saing yang tinggi dalam menghadapi persaingan global," tandasnya.
Sementara itu, Kepala Badan Standarisasi Nasional (BSN), Bambang Prasetya, berharap setiap kementerian lembaga yang memiliki SDM terkait pemetaan yang mematuhi SKKNI sebagai bagian penting memperbaiki SDM IG. Sehingga sertifikasi itu menjadi penting karena dilatarbelakangi proses yang sesuai standar BSN dan diakui internasional.
"Sertifikasi saat ini memang menjadi kunci dalam menghadapi era globalisasi dan MEA. BIG memang lembaga yang strategis, apalagi Indonesia dengan wilayah geografi yang sangat luas, titik atau koordinat lokasi sangat penting. Semua harus jelas tertelusur secara standar dan spasial juga waktu. Sehingga fungsi penting penyelenggara dan pengguna IG menjadi terlindungi," kata Bambang.
© Copyright 2024, All Rights Reserved