Bahaya mengintip dari Surat Telegram Kepala Staf Angkatan Darat (ST KASAD) no 1402 tentang rumah dinas. Surat tertanggal 9 Agustus 2010 itu, dinilai bisa menyulut emosi para purnawirawan dan keluarga, sehingga membahayakan pertahanan dan keamanan.
Ketua Umum DPP Persatuan Purnawirawan dan Warakawuri TNI dan POLRI (Pepabri) Jenderal Purn Agum Gumelar mengungkapkan hal tersebut kepada pers, di Kantor DPP Pepabri Jakarta, Rabu (25/08).
Karena itu, Agum mengimbau agar Surat Telegram Kepala Staf Angkatan Darat tentang rumah dinas itu ditinjau ulang. ST KASAD itu menyatakan, anggota TNI AD yang pensiun 2010 mendapat kesempatan selama 6 bulan, sebelum akhirnya harus meninggalkan rumah dinas. Bagi pensiunan sebelum 2010 harus segera mengosongkan rumah dinas.
Agum Gumelar menyebutkan, surat tersebut membuat resah dan emosional para purnawirawan. Apalagi, karena tidak sesuai kesepakatan pemerintah bersama Komisi I DPR dan Pepabri soal rumah dinas. Karena itu, Pepabri meminta pemerintah meninjau kembali surat itu.
ST tersebut juga telah menghilangkan hak menunggu sampai pensiunan mendapatkan rumah baru. Sebelumnya, para purnawirawan selalu mendapatkan surat izin menghuni rumah dinas. Namun kini izin tersebut tidak lagi dikeluarkan.
Selain itu, sebelumnya rumah dinas diberikan kepada purnawirawan, hingga jandanya meninggal dunia. Kini hal itu tak lagi diberlakukan. Bagi Pepabri, itu berarti membuat para purnawirawan menjadi ilegal untuk menempati rumah dinasnya.
Agum mengatakan, ST Kasad tersebut memicu kembali emosi para purnawirawan. Bahayanya, karena hal itu dapat membuat terjadinya benturan antara purnawirawan dan TNI yang masih aktif. Pasalnya, kata Menko Polkam di era Presiden Abdurrahman Wahid itu, hal itu bisa dimanfaatkan pihak ketiga untuk membuat benturan dan membuat sikap antipati kepada pemerintah yang justru membahayakan keamanan.
Agum sangat menyayangkan surat tersebut. Apalagi, menurut dia, ada kejanggalan dalam Surat Telegram Kasad tersebut. "Sebab ketika ditanyakan, Menhan (Menteri Pertahanan) kaget, begitu juga Panglima TNI. Surat itu tidak ada tembusannya kepada Menhan dan Panglima."
Agum mengatakan, pihaknya telah mengkomunikasikan kepada Menteri Pertahanan dan Panglima TNI, namun sejauh ini masih menunggu hasil.
Ia menegaskan, sesuai kesepakatan Pemerintah, Komisi I DPR RI dan juga Pepabri, sebelum memperoleh solusi tepat untuk masalah rumah dinas, penggusuran terhadap rumah dinas dihentikan.
"Hal itu sudah disepakati. Jadi, kami berharap Pemerintah menahan diri untuk tidak memprovokasi, dan Pepabri juga meredam emosi para purnairawan agar tidak membuat langkah-langkah inskonstitusional dan di luar kepala," katanya.
Sejak Surat Telegram itu diterbitkan, Agum menerima keluhan dan kekhawatiran serta pernyataan emosi dari para purnawirawan dan janda purnawirawan. "Ada sms, telepon, datang langsung, mereka khawatir dan emosional. Bahkan banyak janda pahlawan yang datang dengan menangis."
Pemerintah harus memahami, mayoritas purnawirawan hidup pas-pasan, dengan penghasilan Rp600 ribu - Rp 800 ribu sebulan. Mereka kebingungan bila harus disuruh pindah dari rumah dinas. Karena itu, hal ini juga harus disadari pemerintah.
Pepabri juga memahami ada kebutuhan rumah dinas bagi anggota militer yang masih aktif. Untuk itu, menurut dia solusi yang dihasilkan juga harus komprehensif. Menurut Agum, tidak bisa semua dipaksakan, disamaratakan. Kalau dipaksakan, yang timbul malah benturan antara mereka yang masih aktif dengan mereka yang sudah purnawirawan.
© Copyright 2024, All Rights Reserved