Bank Sentral Tiongkok secara mengejutkan, memutuskan untuk melakukan devaluasi (memotong nilai) mata uangnya. Kebijakan ini langsung menyebabkan gelombang pelemahan mata uang Asia terhadap dolar AS. Salah satu mata uang yang ikut merosot adalah nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang mendekati level 13.600 per US$.
Kebijakan Peoples Bank of China (PBoC) yang secara tak terduga mengumumkan penurunan nilai yuan terhadap US$ hampir 2 persen. Devaluasi terbesar sejak pematokan mata uang itu terhadap dolar AS dilepas pada 2005.
PBoC menetapkan tingkat referensi harian untuk yuan di 6,2298 terhadap per US$, dibandingkan dengan 6,1162 yuan sehari sebelumnya, secara efektif 1,86 persen lebih rendah.
Langkah mengejutkan itu membuat riak ke seluruh pasar mata uang Asia, mengirim dolar Australia jatuh 0,90 persen menjadi 73,47 sen per dolar AS. Dolar AS juga menguat terhadap won Korea Selatan dan rupee India, dan diperdagangkan di 124,89 yen pada perdagangan sore di Tokyo, naik dari 124,72 yen di New York pada Senin sore.
Dalam perdagangan lainnya, dolar naik menjadi 1,3999 dolar Singapura dari 1,3847 dolar Singapura pada Senin, menjadi 32,11 dolar Taiwan dari 31,64 dolar Taiwan, menjadi 64,16 rupee India dari 63,76 rupee, menjadi 13.591 rupiah Indonesia dari 13.540,50 rupiah, dan menjadi 35,35 baht Thailand dari 35,12 baht.
Dolar juga menguat menjadi 45,95 peso Filipina dari 45,73 peso, dan menjadi 1.178,94 won Korea Selatan dari 1.163,13 won, sementara yuan Tiongkok diambil 19,75 yen terhadap 20,01 yen.
Bloomberg News menyebut, analis keuangan menilai, pengumuman Bank Sentral Tiongkok terlihat menjadi sebuah langkah untuk kebijakan pasar lebih terbuka. “Para pedagang melihat penguatan dolar AS di seluruh wilayah Asia dan menekan semua mata uang lokal," sebut Bloomberg.
© Copyright 2024, All Rights Reserved