Tunggakan penerimaan negara dari Izin Usaha Pertambangan (IUP) mencapai Rp4 triliun. Tunggakan ini akan terus bertambah setelah pemerintah melakukan pemetaan lebih lanjut.
Sampai saat ini Kementeria ESDM masih mengumpulkan data IUP dari pemerintah daerah. "Yang sudah diketahui macet itu sekitar Rp 4 triliun. Nanti setelah selesai pemetaan saya pikir angka itu bisa naik lagi," kata Direktur Penerimaan Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Jonson Pakpahan di Jakarta, akhir pekan lalu.
Adapun dari tuggakan yang sudah diketahui, beberapa IUP masih mengajukan keberatan dengan pemeriksan yang telah dilakukan. Selain itu, banyak juga yang mengajukan cara pembayaran dengan mencicil.
Bahkan, di antara IUP-IUP tersebut ada yang sudah pindah alamat, sehingga pemerintah sulit melakukan penagihan.
Selain dari IUP, pemerintah juga mencatat ada kewajiban keuangan yang belum dibayar oleh para pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Perjanjian Batubara (PKP2B) senilai lebih dari Rp21 triliun.
Namun, Jonson menjelaskan, nilai tersebut belum dikurangi pembayaran kembali atau restitusi oleh pemerintah. Hal tersebut mengacu pada kontrak antara pemerintah dan perusahaan tambang.
"Paling yang bisa masuk ke negara sekitar Rp1 triliun karena ada pengembalian yang terikat kontrak. Itu dari (PKP2B) Generasi I. Kalau PKP2B Generasi III kayaknya sudah selesai," kata Jonson.
Sementara itu, Kementerian ESDM masih kesulitan memproyeksikan pendapatan negara bukan pajak (PNBP) minerba akibat minimnya data produksi IUP di daerah.
Target PNBP Minerba sejak tahun lalu terus ditekan. Pada 2015, PNBP yang ditargetkan sebesar Rp52,2 triliun tidak tercapai dengan realisasi senilai Rp29,63 triliun saja.
Sedangkan target tahun ini yang dalam APBN 2016 ditetapkan sebesar Rp40,8 triliun, diturunkan dalam APBN-P 2016 menjadi Rp30,1 triliun.
© Copyright 2024, All Rights Reserved