Seluruh daerah di Pulau Jawa masih harus bersiaga menghadapi potensi bencana alam hingga awal 2025. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengingatkan bencana bisa terjadi akibat peningkatan intensitas hujan hingga awal 2025.
Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari menyampaikan hal tersebut dalam konferensi pers bertajuk “Disaster Briefing” di Jakarta, Senin (9/12/2024).
“Kondisi tersebut dikarenakan yang terjadi saat ini masih awal, puncaknya akan berlangsung awal 2025 sebagaimana prakiraan dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG),” kata Abdul Muhari.
Berdasarkan analisa BMKG, Pulau Jawa dan 60 persen zona musim di Indonesia lainnya saat ini sudah berada pada musim penghujan dan puncaknya berlangsung sampai kuartal pertama 2025.
Abdul Muhari juga menyampaikan, dalam rentang waktu tersebut ada potensi hujan meningkat sebesar 20 persen dibandingkan kondisi normal. Sebab kondisi itu dipengaruhi oleh sejumlah fenomena atmosfer seperti Madden Julian Osciliation (MJO), gelombang ekuatorial Rossby, gelombang Kelvin, La Nina lemah dan dapat diperkuat dengan adanya siklon tropis atau bibit siklon tropis.
BMKG dengan tegas menyampaikan peringatan tersebut agar menjadi perhatian serius bagi masyarakat dan juga pemerintah daerah agar bisa meminimalisasi dampak buruk yang bisa terjadi.
Adapun dalam peningkatan kesiapsiagaan itu yang dapat dilakukan adalah dengan cara mengintensifkan pengecekan pada kawasan aliran sungai, perbukitan, tebing curam, mempersiapkan peralatan, anggaran dan termasuk menetapkan status tanggap darurat bencana.
“Kalau daerah sudah langganan bencana segeralah menetapkan status tanggap darurat sehingga pemerintah pusat dalam hal ini BNPB bisa memberi pendampingan kepada daerah,” ujar Abdul Muhari menegaskan.
Berdasarkan data rekapitulasi BNPB, bencana alam berupa banjir dan tanah longsor mendominasi kejadian bencana pada sejumlah daerah di Pulau Jawa dari 2-9 Desember 2024.
Masing-masing terjadi di Kabupaten Pandeglang, Lebak, Serang, Cianjur, Sukabumi, Kabupaten Bogor, Pasuruan, Sumenep, Malang, Bandung Barat, dan Cilacap.
BNPB mencatat, di Kabupaten Pandeglang ada 48.340 orang menderita/mengungsi dan satu orang warga meninggal dunia akibat banjir.
Kemudian Kabupaten Lebak tercatat ada 9.705 orang menderita/mengungsi dan tiga orang warga meninggal dunia karena banjir, 1.556 orang menderita/mengungsi dan dua meninggal karena tanah longsor. Kabupaten Serang tercatat sebanyak 1.053 orang menderita atau mengungsi.
Kabupaten Cianjur tercatat ada 1.927 orang menderita/mengungsi dan dua orang warga meninggal dunia karena tanah longsor, 4.909 orang menderita/mengungsi dan tiga meninggal karena banjir.
Di Kabupaten Sukabumi sampai dengan Senin sore untuk jumlah korban tanah longsor di Sukabumi ada satu orang meninggal dunia, 12 orang menderita atau mengungsi dan menyebabkan kerusakan lima unit rumah. Sedangkan untuk jumlah korban banjir bandang sementara terdata ada sebanyak 12 orang meninggal dunia, 7.770 orang menderita atau mengungsi dan menyebabkan kerusakan 1.260 unit rumah. Lalu untuk korban pergerakan tanah ada sebanyak 300 orang warga mengungsi dan 30 unit rumah rusak di Desa Sukamaju, Kecamatan Cikembar.
Selanjutnya bencana banjir di Kabupaten Bogor sebanyak 53 orang warga menderita/mengungsi dan merusak 18 unit rumah, Kabupaten Pasuruan sebanyak 5.280 orang warga menderita/mengungsi karena banjir dan merendam 969 unit rumah, Kabupaten Sumenep sebanyak 75 orang menderita dan 15 unit rumah rusak, Kabupaten Malang sebanyak 600 orang menderita dan 120 unit rumah terendam, Kabupaten Bandung sebanyak 68 orang mengungsi karena banjir.
Terakhir di Kabupaten Cilacap banjir yang terjadi pada Sabtu (7/12) menyebabkan 2.831 orang menderita, 11 orang mengungsi, dan 1.196 unit rumah terendam. []
© Copyright 2024, All Rights Reserved