Peneliti Senior Centra Initiative, Al Araf, menyoroti langkah Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi) yang ikut terlibat aktif dalam kampanye pemenangan pasangan calon (Paslon) pada Pilkada serentak 2024.
Menurut Al Araf, secara etika politik, langkah Jokowi itu sangat memalukan.
"Kenapa seorang mantan presiden sampai habis-habisan turun untuk memenangkan Jawa Tengah dan Jakarta? Itu kan sebenarnya memalukan. Secara etik, itu memalukan," kata Al Araf, Senin (25/11/2024).
Menurut Al Araf, seorang mantan presiden itu sebaiknya cukup diam dan melihat pertarungan Pilkada serentak 2024 ini saja. Hal itu menunjukkan sikap kenegarawanan mantan Presiden.
Al Araf mengatakan, dengan secara terang-terangan menunjukkan sikap sekaligus dukungannya terhadap paslon tertentu, Al Araf melihat seperti ada maksud dan tujuan di baliknya.
"Artinya kan ada kegentingan, ada kedaruratan atau pertanyaannya ada kepentingan yang dibaca dalam lima tahun ke depan oleh dia, sehingga pilkada ini harus menang," kata Al Araf yang juga Direktur Eksekutif Imparsial.
"Dalam konteks ini saya ingin bilang bahwa pilkada ini bukan hanya dilihat dalam konteks pilkada saat ini tapi pilkada ini akan menjadi penyangga dalam pertarungan politik di 2029 nanti. Itu yang kemudian membuat situasinya memanas dan seorang mantan presiden pun habis-habisan untuk turun," kata Al Araf.
Al Araf juga menyoroti langkah Presiden RI, Prabowo Subianto yang ikut turun mengampanyekan calonnya di Jawa Tengah.
Padahal, kata Al Araf, pemerintah seharusnya tidak menunjukkan keberpihakannya kepada paslon tertentu.
Al Araf menyebut, besar kemungkinan apa yang dikampanyekan Prabowo sebagai Presiden, juga bisa ditafsirkan oleh para pembantunya di bawah, utamanya para aparat penegak hukum.
"Seorang presiden kan membawahi Jaksa Agung, membawahi Kapolri, membawahi Kepala Badan Intelijen. Kalau dari atas presiden udah bersikap memenangkan salah satu kandidat di Jawa Tengah, pasti struktur bawahnya ikut dong untuk bagaimana mempertarungkan itu, untuk memenangkan itu. Sehingga pemilu sulit untuk mencapai netral," kata Al Araf.
Ar Araf menjelaskan, bagaimana perspektif politik keamanannya. Dia meminta TNI-Polri, maupun Badan Intelijen untuk benar-benar bersikap netral.
Al Araf menyebut, ada potensi kerawanan konflik di masyarakat akibat pertarungan politik Pilkada di beberapa tempat.
Pilkada kali ini masih menyisakan luka yang mendalam akibat Pemilu kemarin, imbas adanya keterlibatan aparat yang secara terang-terangan tidak netral.
"Ini yang menurut saya menjadi khawatir. Jadi dalam konteks politik keamanan di beberapa wilayah, khususnya di Jawa Tengah dan juga di beberapa tempat seperti Sumut ataupun juga Jakarta, tapi saya lihat hal yang paling rawan ada di Jawa Tengah. Kalau institusi keamanan tidak mengambil langkah dari dini untuk menyatakan bersikap netral, maka saya khawatir potensi-potensi konflik dan kekerasan akan mungkin terjadi," pungkas Al Araf. []
© Copyright 2024, All Rights Reserved