Koalisi Masyarakat Sipil menyatakan, kekuasaan Presiden Joko Widodo (Jokowi), keluarga, dan kroni-kroninya telah membajak lembaga negara seperti Mahkamah Konstitusi (MK), Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan Pemilu 2024.
Jokowi beserta keluarga dan kroni-kroninya tidak lagi mempedulikan etika, konstitusi negara, demokrasi, serta tata pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
“Selain melanggar etika, konstitusi, hukum, dan keadaban politik demokratis, Jokowi telah menyalahgunakan dan memobilisasi sumber daya negara, baik aparat, program, dan anggaran negara, bahkan otoritas yang dimilikinya untuk memenangkan paslon 02, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka,” kata Juru Bicara Koalisi Masyarakat Sipil, Halili Hasan, dalam keterangan tertulisnya, Jumat (16/2/2024) di Jakarta.
Halili menyebut, pemungutan suara Pemilu 2024 yang diselenggarakan pada 14 Februari 2024 mengonfirmasi bahwa Jokowi telah memobilisasi sumber daya negara untuk memenangkan Calon Presiden (Capres) Prabowo Subianto yang didampingi putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka.
“Sejak awal Koalisi menilai bahwa Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming adalah paslon yang bermasalah. Prabowo merupakan pelanggar HAM karena telah melakukan penculikan aktivis HAM pada 1997-1998 yang telah diakuinya dan membuatnya dicopot dari dinas kemiliteran oleh Dewan Kehormatan Perwira (DKP) pada 3 Agustus 1998,” kata Direktur Eksekutif Setara Institute itu.
Sementara itu, majunya Gibran sebagai Calon Wakil Presiden (Cawapres) mendampingi Capres Prabowo nyata-nyata mengabaikan agenda reformasi 1998. Pencalonan Gibran sarat dengan praktik KKN, serta melanggar etika konstitusi.
“Tidak ada kepentingan rakyat yang diwakilinya, karena kepentingan utamanya adalah untuk mengamankan dan melanggengkan kekuasaan pribadi, keluarga, dan kroni-kroni Jokowi,” kata dia.
Koalisi menilai bahwa Gibran tidak layak menjadi Cawapres, karena pencalonan Gibran dimulai dari pembajakan terhadap MK melalui pamannya, Anwar Usman, Ketua Majelis Hakim dalam persidangan MK saat itu.
Putusan Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) jelas menyatakan terjadi pelanggaran etik berat dalam Putusan 90/2023 yang membuka jalan pencawapresan Gibran.
Pencawapresan Gibran di KPU juga bermasalah dan seharusnya ditolak KPU karena tidak sesuai Peraturan KPU (PKPU).
PKPU baru diubah kemudian setelah Pendaftaran Pasangan Capres-Cawapres 02 diterima.
Putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menyatakan bahwa Ketua dan Komisioner KPU melanggar etik berat dan diberikan sanksi peringatan keras terakhir terhadap ketua KPU Hasyim Asy’ari karena telah meloloskan pencalonan Gibran.
“Hal ini sesungguhnya menunjukkan bagaimana kekuasaan Jokowi, keluarga dan kroni-kroninya benar-benar telah membajak lembaga negara, seperti MK dan KPU,” kata dia.
Sebelum Pemilu, kata Halili, Koalisi Masyarakat Sipil sudah menemukan bahwa kejahatan pemilu (electoral evil) bersifat terstruktur, sistematis, dan massif (TSM).
Jumlah kasus pelanggaran sejak penetapan paslon pada 18 November 2023 hingga masa tenang terjadi lonjakan hampir 300% dibandingkan jumlah kasus pada periode pemantauan Mei-Oktober 2023.
Bahkan, sehari sebelum presiden mengeluarkan kebijakan ‘politik gentong babi’ dengan menaikkan tunjangan Bawaslu. Kebijakan tersebut patut dipersoalkan karena nyata-nyata merupakan upaya untuk menaklukkan Bawaslu.
Dalam konteks itu, pelanggaran masif yang terjadi pada hari pencoblosan dan pasca-pencoblosan menunjukkan bahwa kejahatan sebelum hari pencoblosan berlanjut.
Kejahatan Pemilu dalam bentuk intimidasi, sebagaimana diakui Bawaslu untuk mendukung Paslon 02, salah input sebagaimana diakui KPU dan pencurian suara serta penggelembungan suara untuk Paslon 02 pada Sirekap KPU, pencoblosan Paslon 02 oleh KPPS, dan orang-orang tidak bertanggungjawab atas perintah KPPS atau aparat desa menunjukkan bahwa Pemilu 2024, khususnya Pilpres, tidak legitimate serta meruntuhkan kedaulatan rakyat dan demokrasi.
Halili mengatakan, melaporkan pelanggaran Pemilu kepada Bawaslu dan MK, sebagaimana disampaikan Jokowi, adalah tindakan sia-sia.
Sebab, kata dia, MK dan Bawaslu hanyalah lembaga negara yang tidak terbukti tunduk pada kebaikan bersama rakyat, tetapi tunduk pada kehendak politik Jokowi dan kroni-kroninya.
Oleh karena itu, Koalisi Masyarakat Sipil menyatakan Pemilu 2024 sudah dibajak Rezim dan saatnya demokrasi diselamatkan.
“Sudah saatnya kelompok masyarakat sipil merapatkan barisan dan bergerak menyelamatkan demokrasi Indonesia,” kata dia.
Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis terdiri atas PBHI Nasional, Imparsial, WALHI, Perludem, ELSAM, HRWG, Forum for Defacto, SETARA Institute, YLBHI, Migrant Care, IKOHI, Transparency International Indonesia (TII).
Kemudian, Indonesian Corruption Watch (ICW), KontraS, Indonesian Parlementary Center (IPC), Jaringan Gusdurian, Jakatarub, DIAN/Interfidei.
Selanjutnya, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), Yayasan Inklusif, Fahmina Institute, Sawit Watch, Centra Initiative, Medialink, Perkumpulan HUMA, Koalisi NGO HAM Aceh, Flower Aceh, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Lingkar Madani (LIMA), Desantara, FORMASI Disabilitas (Forum Pemantau Hak-hak Penyandang Disabilitas), SKPKC Jayapura.
AMAN Indonesia, Yayasan Budhi Bhakti Pertiwi, Aliansi untuk Demokrasi Papua (ALDP), Public Virtue, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Yayasan Tifa, Serikat Inong Aceh, Yayasan Inong Carong, Eco Bhinneka Muhammadiyah, dan FSBPI. []
© Copyright 2024, All Rights Reserved