PEMERINTAH Kabinet Merah Putih mempunyai kebijakan prioritas pembangunan nasional.
Program tersebut antara lain seperti program makan siang bergizi, swasembada pangan dengan mencetak sawah baru sebanyak 2 juta hektare, swasembada energi dengan mencetak lahan 1 juta hektare untuk menanam tebu dan melanjutkan menanam singkong sebagai produk penghasil bio pertamax, melanjutkan memproduksi biosolar dari produk turunan kelapa sawit, penciptaan lapangan pekerjaan skala besar untuk menurunkan jumlah pengangguran, menjaga stabilitas politik dan keamanan, menurunkan kemiskinan absolut dan menghapus kemiskinan ekstrem, membangun 2 juta perumahan di pedesaan, dan 1 juta perumahan di perkotaan.
Sementara itu tantangan yang dihadapi pemerintah antara lain adalah perkembangan geopolitik yang bersifat dinamis. Selanjutnya kemenangan Donald Trump, yang dapat kembali membangkitkan deglobalisasi perekonomian, proteksionisme, peningkatan tarif ekspor dan impor yang tinggi, perang dagang dengan China, perang suku bunga dan mobilisasi permodalan untuk masuk ke Amerika Serikat kembali, meningkatkan lapangan pekerjaan di dalam negeri untuk warga negara Amerika, mungkin melanjutkan membangun tembok besar raksasa yang menjadi penghambat terhadap para pendatang yang aktif masuk mencari pekerjaan ke Amerika Serikat secara ilegal dari perbatasan dengan negara-negara tetangga.
Meskipun demikian pada kondisi terakhir Trump berkampanye untuk menghentikan berbagai perang antara lain antara Rusia dengan Ukraina, maupun konflik di Timur Tengah.
Tantangan yang dihadapi Kabinet Merah Putih antara lain adalah utang pemerintah, utang BUMN, dan utang masyarakat yang sangat besar dan menjadi kendala yang membatasi ekspansi pelaksanaan program prioritas pembangunan nasional dari sisi penganggaran.
Kegiatan judi merajalela, terutama judi online, pinjaman online, dan piutang macet pada UMKM. Rasio ICOR yang tinggi sebagai indikator ekonomi biaya transaksi yang tinggi dan suburnya kegiatan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
Juga Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang banyak terjadi pada industri tekstil dan produk tekstil, maupun PHK pada industri yang lainnya, seperti pada industri alas kaki, maupun pertumbuhan ekonomi sektor manufaktur yang peranannya menurun dan pertumbuhan industri manufaktur sedang menurun tajam.
Industrialisasi dan pertumbuhan pertanian tidak dapat lagi dijadikan sebagai dasar pondasi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi tinggi.
Sumber pertumbuhan ekonomi masih bergantung kepada pengeluaran konsumsi rumah tangga, namun perekonomian kelas menengah terbelenggu oleh program prioritas untuk menaikkan rasio pajak 23 persen melalui reformasi kelembagaan Kementerian Keuangan.
Ekspansi pasar ekspor ke Afrika belum memperlihatkan kinerja yang memuaskan, sedangkan ketergantungan terhadap pasar China, Amerika Serikat, dan Eropa masih sangat tinggi.
Di bidang politik dan keamanan dalam negeri terjadi provokasi resistensi untuk memakzulkan Wapres Gibran Rakabuming Raka dari kelompok Petisi 100 dan Front Persaudaraan Islam (FPI), maupun kelompok keagamaan ekstrim menggunakan isu Fufufafa dan ijazah palsu.
Juga manipulasi provokasi informasi nilai tambah ekonomi atas transformasi tanah pada pembangunan proyek-proyek strategis nasional oleh kelompok kritikus Petisi 100, Kontras, YLBHI, Walhi, pengusung kepemilikan pengakuan lahan hak ulayat dan kepenguasaan hukum adat lokal setempat, termasuk anti terhadap program transmigrasi di Papua.
Proyek strategis nasional yang melibatkan partisipasi pengusaha besar konglomerasi diberikan cap sebagai penjajahan modern oleh para kritikus, sehingga suatu kecelakaan di lapangan dapat dengan membangkitkan kerusuhan dan gangguan keamanan terhadap keberlanjutan proyek strategis nasional.
Gangguan bukan hanya terjadi pada program lumbung pangan dan lumbung energi sebagai percepatan proyek-proyek strategis nasional, melainkan juga pada pengembangan wilayah industri modern, dan pembangunan kota-kota satelit modern.
Pelibatan konsolidasi pemerintahan daerah (Pemda) provinsi, kabupaten, kota, hingga pemerintahan kecamatan, desa, rukun warga, rukun tetangga, maupun disertai pelibatan TNI-Polri sebagai kegiatan pengamanan dan membangun stabilitas sosial politik di tingkat pembangunan proyek-proyek strategis nasional mendapat resistensi dari para kritikus.
Kritikus yang tidak sekadar mengkritik, melainkan secara aktif melakukan kegiatan advokasi di lapangan, yang terkesan memprovokasi dan menimbulkan perlawanan fisik dari sebagian masyarakat lokal.
Percepatan proyek strategis nasional dikonotasikan menggunakan framing label sebagai bentuk penjajahan modern. Terkesan diframing sebagai bentuk kolonisasi terhadap rakyat kecil, melakukan kegiatan eksploitasi, penggusuran paksa, intimidasi, dan pemiskinan, sehingga seolah terkesan bahwa pemerintah dan militer kembali bangkit berkoalisi untuk terframing menindas rakyat kecil di bawah adu domba terhadap oligarki konglomerasi.
Kemesraan hubungan kerjasama persatuan dan kesatuan antara TNI-Polri dan masyarakat di masa perjuangan kemerdekaan dahulu terkesan dibentur-benturkan menggunakan rasa permusuhan pada kasus percepatan proyek-proyek strategis nasional, yang menjadi bagian dari lokomotif praktek pembangunan prioritas Kabinet Merah Putih di atas.
Informasi partisipasi masyarakat kurang terinformasikan oleh lembaga-lembaga sumber informasi, khususnya media sosial dan dukungan media arus pinggiran, dan media arus utama yang membawa visi para pemilik modal media massa.
Singkat kata, tantangan terbesar dari pelaksanaan program pembangunan prioritas Kabinet Merah Putih antara lain terkesan terletak pada bagaimana pemerintah dapat merebut hati nurani rakyat kembali, supaya program pembangunan prioritas, yang terkesan masih bersifat megalomania, ingin serba secepat kilat, terkonotasi kecepatan gaya pembangunan megalomania ingin seperti secepat blitzkreight model Roro Jonggrang, namun minim dukungan anggaran dan partisipasi aktif dari penduduk lokal tersebut dapat berjalan secara lebih baik dari sudut pandang kebersatuan praktik ipoleksosbudhankamrata.
Dukungan masyarakat rakyat semesta di dalam negeri dan negara-negara sahabat sangat menentukan tentang apakah Indonesia akan menjadi proxy penciptaan destabilisasi sebagai konsekuensi atas perubahan geopolitik dan ekonomi atas percaturan dunia yang bersifat dinamis serba cepat.
*Penulis tergabung sebagai Associate Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Pengajar Universitas Mercu Buana
© Copyright 2024, All Rights Reserved