Seruan kepada Pemuda

DI dunia yang semakin tak menentu antara nilai dan nafsu, masih ada pemuda yang berdiri tegak memegang kompas moralnya. Bukan karena dia tanpa dosa, bukan karena dia tanpa cela, tapi karena dia berani mengambil peran sebagai lelaki sejati. Salah satu tanda paling mencolok dari kesempurnaan seorang pemuda dalam pandangan langit dan syariat adalah ketika ia berani melamar seorang wanita. Itu bukan tindakan kecil. Itu bukan sekadar ritual budaya. Itu adalah deklarasi besar: aku siap menjadi penjaga, pembimbing, dan penanggung jawab hidupmu.
Melamar: Antara Keberanian dan Kesempurnaan
Melamar seorang wanita bukan sekadar urusan cinta. Cinta itu penting, iya. Tapi tanggung jawab jauh lebih berat dan menentukan. Seorang pemuda yang melamar berarti dia telah menimbang matang: apakah ia sanggup menafkahi, membimbing, menjadi pemimpin rumah tangga, dan menjaga istri dari guncangan zaman yang semakin rusak? Dan jika jawabannya "ya", maka itu adalah bentuk keberanian yang patut dihormati.
Keberanian melamar adalah bentuk kesempurnaan maskulinitas dalam Islam. Ia bukan sekadar jago bicara manis, bukan sekadar ganteng di foto profil, tetapi hadir dengan adab, penuh kejelasan tujuan, dan niat suci untuk menghalalkan yang tadinya haram.
Keberanian itu Lembut
Banyak orang salah paham. Mengira bahwa keberanian selalu bersuara keras. Padahal, keberanian sejati itu lembut. Pemuda yang berani melamar adalah pemuda yang lembut hatinya, karena ia peduli. Ia ingin menjaga si wanita dari hubungan gelap, dari ketidakpastian masa depan, dari godaan para lelaki tak bertanggung jawab yang hanya tahu menggoda tapi tak pernah berani datang ke orang tua.
Bahkan, dalam konteks yang lebih luas, seorang pemuda yang berani melamar seorang janda, misalnya, itu bukan sekadar keberanian, tapi kemuliaan akhlak. Ia tidak melihat masa lalu si wanita sebagai aib, tetapi justru sebagai amanah untuk dilindungi. Ia ingin hadir sebagai teman baru yang membalut luka, bukan membuka kembali luka yang lama. Dan ini, lagi-lagi adalah bentuk keberanian yang lahir dari kelembutan jiwa.
Menjaga Kehormatan: Diri, Wanita, dan Keluarga
Seorang lelaki yang datang melamar berarti dia tidak hanya ingin menjaga satu kehormatan: tapi tiga sekaligus.
Pertama, kehormatan dirinya sendiri. Ia tidak mau menjadi lelaki yang cuma bisa mendekati tapi tak pernah berani meminang. Ia jaga harga dirinya sebagai laki-laki yang tahu arah hidup.
Kedua, kehormatan si gadis. Ia ingin si gadis terjaga dari hubungan tanpa status, dari omongan tetangga, dari kelamnya pacaran yang tak bermuara.
Ketiga, kehormatan keluarganya sendiri. Karena melamar dengan cara baik-baik, datang ke orang tua, menunjukkan bahwa ia dilahirkan dari keluarga yang tahu adab, tahu tata krama, dan tahu cara menjadi manusia terhormat.
Menolak Itu Boleh, Tapi Jangan Menyakitkan
Tapi kita juga harus jujur dan adil: lamaran bisa ditolak. Itu sah, dan Islam sangat memberikan kebebasan kepada perempuan untuk memilih.
Namun yang sering luput disadari adalah cara menolak yang menyakiti. Ada yang menolak dengan kata kasar, dengan sindiran, dengan mempermalukan, bahkan, dan ini lebih parah dengan membicarakan pemuda itu di belakang secara buruk. Ini bukan sekadar tindakan tidak sopan, tapi bisa menjadi dosa sosial. Karena pemuda itu datang dengan niat baik, membawa syariat, dan menawarkan kehormatan. Jika lamaran itu disambut dengan hinaan, maka bersiaplah: langit akan membalasnya.
Allah menjaga kehormatan orang-orang yang menjaga syariat-Nya. Dan seorang pemuda yang melamar karena ingin menjalankan syariat, niatnya tidak main-main. Maka, ketika ia dilukai secara kejam, bukan hanya hatinya yang terluka, tetapi juga aturan langit yang tercederai. Dan siapa yang mencederai aturan langit, balasannya akan datang, jika bukan sekarang, maka nanti.
Pemuda, Jangan Takut Melamar
Untuk para pemuda yang masih ragu melamar: jangan takut ditolak. Dunia ini sudah terlalu penuh dengan lelaki-lelaki yang hanya berani bicara cinta, tapi lari saat bicara tanggung jawab. Kamu bukan bagian dari mereka. Kamu lebih baik. Karena kamu ingin menjadi pelindung, bukan predator. Kamu ingin jadi pembimbing, bukan pecundang.
Kalau niatmu murni, langkahmu benar, dan caramu terhormat—maka meski ditolak, kamu tetap menang. Karena dalam dunia yang penuh kebohongan dan manipulasi, kamu sudah menunjukkan bahwa keberanian dan kesucian itu masih ada. Dan itu, wahai pemuda, adalah karomahmu—kemuliaanmu di mata langit.
*Penulis adalah penggiat literasi dari Republikein StudieClub
© Copyright 2025, All Rights Reserved