RIDWAN Kamil dan Golkar mengambil sikap realistis. Golkar lebih memilih untuk usung Ridwan Kamil maju di Jawa Barat dari pada di Jakarta.
Anies Baswedan terlalu kuat di Jakarta. Petahana, punya pendukung fanatik dan solid yang terkonsolidasi sejak Pilgub 2017 lalu. Sementara di Jawa Barat, Ridwan Kamil adalah petahana. Peluang untuk mengambil Jawa Barat lebih mudah dari pada harus tertatih-tatih dan berdarah-darah di Jakarta.
Bujuk rayu Joko Widodo alias Jokowi, Gerindra dan PAN kepada Ridwan Kamil untuk melawan Anies di Jakarta ternyata kandas.
Dedi Mulyadi dan Bima Arya yang sedianya disiapkan Gerindra dan PAN untuk maju di Jawa Barat pun mengalami situasi yang sulit setelah Ridwan Kamil memutuskan untuk balik lagi ke Jawa Barat.
Anies terlalu tangguh untuk dilawan. Kelas Anies adalah capres. Kesalahan strategi di Pilpres 2024 kemarin membuat Anies kalah.
Peluang menang sesungguhnya sangat besar. Karena sosok Anies cukup sempurna untuk dijual. Sayangnya, timses Anies tidak diisi oleh orang-orang yang bermental pemenang.
Anies dan para pendukungnya mesti belajar dari kesalahannya di capres kemarin jika ingin tetap punya harapan kedepan.
Kalah di pilpres, Anies maju lagi di Pilgub Jakarta. Anies turun kelas dan belum menemukan lawan seimbang. Ridwan Kamil digadang-gadang untuk lawan Anies. Pada akhirnya balik kanan. Popularitas, akseptabilitas dan elektabilitas Anies di Jakarta terlalu kokoh untuk ditandingi.
Tidak hanya Ridwan Kamil yang balik kanan, tapi juga Kaesang Pangarep. Putra bungsu Jokowi ini pun tidak jadi maju ke Jakarta. Jangan lihat Kaesang dan PSI-nya. Terlalu kecil untuk berkhayal mampu melawan Anies. Tapi, lihatlah sosok di balik Kaesang dan PSI. Dia adalah Jokowi. Presiden terkuat pasca reformasi.
Di pilpres lalu, Jokowi dengan sangat mudah kalahkan Ganjar Pranowo yang di-back up oleh Megawati Soekarnoputri. Ketua umum PDIP, partai pemenang tiga periode. Jokowi juga dengan mudah kalahkan Anies yang di-back up Jusuf Kalla dan Surya Paloh. Tapi di Jakarta, scope pertarungannya lebih kecil. Pada 2017, Anies pernah kalahkan Ahok yang full dan at all cost di-back up oleh Jokowi dan Megawati.
Beda pilpres dengan pilgub. Pilpres wilayahnya sangat luas, bahkan sampai daerah terpencil. Ini menyulitkan bagi capres di luar penguasa untuk memantau kecurangan.
Tapi Pilgub beda. Pilgub mudah dipantau dan dikontrol. Anies dengan kesolidan timses dari PKS dan partai pengusung lainnya, serta para pendukung militannya akan dengan mudah menjangkau semua wilayah, hingga ke setiap TPS.
Tidak ada tempat yang lepas dari pantauan timses Anies. Di sini, kecurangan dan keculasan yang biasa dilakukan oleh penguasa akan menemukan kesulitan. Inilah di antara pertimbangan yang mungkin membuat Ridwan Kamil dan Kaesang berhitung kalau harus melawan Anies di Jakarta.
Hingga saat ini, Anies belum menemukan lawan tanding setara di Pilgub Jakarta. Kecuali jika Jokowi turun kelas, mau nyagub di Jakarta untuk melawan Anies. Ini baru seimbang. Dan pastinya sangat seru. Masalahnya, apakah aturan membolehkan seorang presiden dua periode nyagub?
*Penulis adalah Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa
© Copyright 2024, All Rights Reserved