Amerika Serikat (AS) memaksa dan mengancam Arab Saudi mendeklarasikan pengakuannya atas negara Israel dan juga terkait perjanjian pertahanan.
Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan mengatakan, AS tidak akan mengadakan perjanjian pertahanan dengan Arab Saudi kecuali kerajaan tersebut mengakui negara Israel.
Mendapat tekanan AS tersebut, Riyadh menyatakan, negaranya telah membuat perjanjian bahwa pengakuan tersebut bergantung pada persetujuan Israel untuk bekerja menuju pembentukan resmi negara Palestina merdeka.
Pada pekan lalu sejumlah media melaporkan kondisi menunjukkan bahwa Washington dan Riyadh makin dekat untuk menandatangani pakta keamanan bilateral. Bahkan ketika kemajuan menuju kesepakatan normalisasi Saudi-Israel masih terhenti.
Reuters melaporkan, perjanjian tersebut akan membuat AS menjalin aliansi formal dengan Arab Saudi dan membantu program nuklir sipilnya sebagai imbalan jika Riyadh memutuskan hubungan ekonomi dengan China.
Sullivan saat berbicara di acara Financial Times di London, Inggris, akhir pekan lalu, menyatakan, kesepakatan tidak akan mungkin terjadi tanpa pengakuan Arab Saudi terhadap Israel.
"Visi terpadunya adalah pemahaman bilateral antara AS dan Arab Saudi yang dikombinasikan dengan normalisasi antara Israel dan Arab Saudi, dikombinasikan dengan langkah-langkah bermakna atas nama rakyat Palestina," kata Sullivan dikutip dari Russia Today.
"Semua itu harus bersatu. Anda tidak dapat memisahkan satu bagian dari bagian lainnya," kata Sullivan.
Menjadi perantara kesepakatan normalisasi Saudi-Israel adalah tujuan utama kebijakan luar negeri mantan Presiden AS Donald Trump.
Yakni melalui Perjanjian Abraham tahun 2020-nya menetapkan Bahrain, Maroko, Sudan, dan Uni Emirat Arab membuka hubungan diplomatik dan perdagangan dengan Yerusalem Barat.
Sedangkan, Presiden AS Joe Biden terus mendorong kesepakatan tersebut, namun perang di Gaza telah membekukan negosiasi sejak Oktober 2023 lalu.
Kementerian Luar Negeri Saudi pada Februasi 2024, menyatakan, Kerajaan Arab Saudi tidak akan menjalin hubungan formal dengan Israel "kecuali jika negara Palestina merdeka diakui berdasarkan perbatasan tahun 1967 dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya, dan agresi Israel di Jalur Gaza dihentikan dan seluruh pendudukan Israel terhenti.
Kondisi yang dihadapi Riyadh tidak begitu baik di Yerusalem Barat, di mana Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah bersumpah untuk terus mengobarkan perang di Gaza sampai Israel mencapai "kemenangan total" atas Hamas.
Netanyahu juga bersikeras untuk menerapkan "kendali keamanan penuh Israel atas seluruh wilayah sebelah barat Sungai Yordan" ketika konflik akhirnya berakhir, sebuah gambaran yang mencakup Tepi Barat dan Gaza.
Menteri Luar Negeri Saudi, Pangeran Faisal bin Farhan, pada pekan lalu, mengatakan, Riyadh dan Washington memang "sangat dekat" dengan perjanjian pertahanan, namun menegaskan kembali bahwa "perlu ada jalan menuju negara Palestina" yang "kredibel dan tidak dapat diubah." []
© Copyright 2024, All Rights Reserved