Badan Intelijen Negara (BIN) mendapatkan laporan dari Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) Nahdlatul Ulama (NU), bahwa ada sebanyak 41 masjid di lingkungan pemerintah terpapar radikalisme.
Hal tersebut dikatakan Juru Bicara (Jubir) Kepala BIN Wawan Hari Purwanto kepada politikindonesia.com, di Jakarta, Selasa (20/11).
Menurutnya, hasil survei tersebut disampaikan sebagai peringatan dini. Kemudian oleh pihaknya ditindaklanjuti dengan pendalaman serta penelitian lanjutan. Sehingga semua masjid yang berada di kementerian/lembaga maupun BUMN perlu dijaga agar penyebaran ujaran kebencian terhadap kalangan tertentu tidak mempengaruhi masyarakat.
“Sebenarnya masjid-masjid tersebut tidak radikal. Kategori radikalisme tersebut, dilihat dari konten yang dibawakan penceramah di masjid tersebut. Ada sekitar 50 penceramah dengan konten yang menjurus radikalisme. Jadi, konten ceramahnya yang menyebarkan ujaran kebencian terhadap kalangan tertentu,” tegasnya.
Dia menjelaskan, upaya pihaknya untuk memberikan early warning dalam rangka meningkatkan kewaspadaan, tetap menjaga sikap toleran dan menghargai kebhinekaan. Selain itu, pihaknya juga melakukan pemberdayaan Dai atau penceramah untuk dapat memberikan ceramah yang menyejukkan dan mengkonter paham radikal di masyarakat.
“Masjid-masjid tersebut semuanya tersebar di wilayah Jakarta. Seharusnya, keberadaan masjid di lingkungan pemerintah itu steril dari hal-hal yang berbau radikal. Ke depannya, kami berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk melakukan pemberdayaan agar tercipta ceramah yang lebih sejuk. Hal tersebut merupakan salah satu upaya kami menjaga persatuan di Indonesia,” paparnya.
Bantah Suap Ormas
Pada kesempatan yang sama, pihaknya juga membantah terkait tindakan menyuap organisasi masyarakat (Ormas) mahasiswa agar tidak kritis terhadap pemerintahan. Pihaknya dituding memberikan uang senilai Rp200 juta per bulan kepada ormas mahasiswa tersebut.
“Itu adalah berita tidak benar. Isu tersebut sengaja digulirkan untuk mendiskreditkan pemerintah, dalam hal ini pihak kami. Jadi berita yang disampaikan menanggapi kicauan mantan anggota DPR RI, Joko Edy Abdurrahman, di akun media sosial, Twitter adalah berita bohong,”
Wawan mengungkapkan, pihaknya tidak melarang siapapun mengkritisi pemerintah. Sebab, kritik dan saran adalah sarana evaluasi untuk kemajuan bangsa. Namun kritik harus ada data dan fakta serta diberikan solusi. Selama ini kritik dan saran terus terjadi dan tidak masalah.
“Hal itu lantaran, adanya hak jawab yang diberikan UU secara berimbang (cover both side). Bahkan, ormas bebas menyuarakan sesuatu namun tetap harus bertanggung jawab, bukan hoax, bukan fitnah. Karena mereka dapat terkena sanksi berdasarkan UU ITE,” imbuh Wawan.
© Copyright 2024, All Rights Reserved