Utang-utang pembangunan infrastruktur Presiden Joko Widodo akan terasa di tahun 2025. Jokowi melakukan pinjaman pada 2015, dan jatuh tempo dalam 10 tahun.
Awal kepemimpinan Prabowo Subianto yang akan dilantik Oktober 2024 tahun, akan langsung berhadapan dengan utang infrastruktur yang jatuh tempo.
Hal tersebut disampaikan Ketua Dewan Pakar Partai Amanat Nasional (PAN) yang juga seorang ekonomo, Dradjad Wibowo. Ia secara khusus, menyoroti sejumlah utang pembangunan yang diambil Jokowi pada 2015 dan akan jatuh tempo dalam kurun 10 tahun.
"Dalam pemerintahan Pak Jokowi kan kita ada menggenjot pembangunan infrastruktur, tapi negara alih-alih mencari dana dari, maaf, dari sumber penerimaan, nyarinya dari utang kan," kata Dradjad dalam program GASPOL! Kompas.com, dikutip Kamis (19/9/2024).
Menurut Drajad, jatuh temponya sejumlah utang negara ini akan berdampak pada semakin banyaknya pungutan yang dibebankan pada rakyat. Sebab melakukan pungutan adalah cara instan untuk mendapatkan uang besar dalam waktu singkat.
"Makanya itu di tahun 2025, ketika kita saatnya bayar utang, ya negara harus narikin (pungutan), Narikinnya dari mana? Ya PPN (pajak pertambahan nilai) mau dinaikkan 12 persen, BPJS, kemudian dana pensiun dikumpulkan, segala macam. Dan ujungnya, kita semua memang harus ikut menanggung," ujar Dradjad.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan (Kemenkeu), posisi utang pemerintah tercatat terus bertambah setiap bulannya. Hal ini seiring dengan kebutuhan pemerintah menambal defisit dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).
Menurut Drajad problem utang yang menggunung dan akan segara menjadi rakyat masih ditambah dengan persoalan kelas menengah Indonesia yang sedang megap-megap.
Menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS), penurunan kelas menengah secara signifikan terjadi sejak 2019. Penurunan ini berdampak pada lesunya daya beli kelas menengah yang konsumsinya selama ini menopang roda perekonomian.
Kondisi ini diperparah dengan kenaikan upah pegawai yang tak selaras dengan tingkat inflasi dan kenaikan harga.
Dradjad juga menjabarkan bagaimana fiskal Indonesia saat ini masih terdampak dari pengelolaan utang maupun aset negara yang kurang berhati-hati sejak puluhan tahun lalu.
"Aset-aset negara eks BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) dulu, bebannya kita rasakan sampai 30 tahun. Negara itu sama dengan kita. Kita ketika berutang, gampang. Tapi ketika membayar, kita kan jadi pusing," ujar Dradjad. []
© Copyright 2024, All Rights Reserved