Indeks harga saham gabungan (IHSG) gagal bertahan positif dalam sesi perdagangan kemarin, Kamis (14/11/2024). IHSG kembali terhajar tekanan jual agresif dalam menjalani sesi pagi hari keempat pekan ini.
Lesunya sesi perdagangan di Wall Street menjadi memicu sentimen pelaku pasar jadi pesimis.
Serangkaian laporan yang berhasil dihimpun menunjukkan, sentimen kemenangan Donald Trump dalam Pilpres AS yang masih menyita perhatian investor.
Kecenderungan pelaku pasar untuk menahan diri dari aksi akumulasi lebih lanjut di Wall Street akibat rilis data inflasi terkini yang dinilai tak akan memberikan perubahan pada kebijakan The Fed.
Aksi akumulasi tertahan, dan gerak jndeks di rentang moderat menjadi sulit dihindarkan.
Terlihat hingga sesi perdagangan ditutup, indeks DJIA (Dow Jones Industrial Average) naik tipis 0,11 % di 43.958,19, sementara indeks S&P500 naik sangat tipis 0,02 % di 5.985,38 dan indeks Nasdaq yang tergelincir turun moderat 0,2 % di 19.230,72.
Penutupan Wall Street dinilai sebagai sikap ragu investor dalam mengambil langkah, dan pelaku pasar di Asia akhirnya terseret dalam keraguan tersebut.
Kebimbangan di Asia terlihat dari kecenderungan indeks yang terjebak di rentang sempit pada sepanjang sesi perdagangan hari ini.
Minimnya sentimen yang tersedia menambah sulit pelaku pasar untuk keluar dari keraguan. Hingga sesi perdagangan berakhir, indeks Nikkei (Jepang) turun 0,48 % di 38.535,7, sedangkan indeks ASX200 (Australia) menguat 0,37 % di 8.224 dan indeks KOSPI (Korea Selatan) flat alias naik sangat tipis 0,07 % di 2.418,86.
Sentimen kurang bersahabat tersebut kemudian bertaransformasi dalam menjadi sikap pesimis di bursa saham Indonesia.
Pelaku pasar di Jakarta berusaha memaksimalkan tekanan jual usai tertahan di sesi perdagangan kemarin. Tekanan jual yang menderas kemudian menghajar IHSG jatuh dalam jurang koreksi.
Berdasarkan pantauan, kinerja IHSG yang konsisten menginjak zona pelemahan signifikan di sepanjang sesi perdagangan hari ini.
Kemudian, IHSG menutup sesi dengan runtuh curam 1,29 % di 7.214,56 atau semakin meninggalkan level psikologis nya di 7.300.
Pantauan lebih jauh menunjukkan, kinerja saham unggulan yang berkontribusi sangat signifikan pada kemerosotan IHSG kali ini.
Hampir seluruh saham unggulan yang masuk dalam jajaran teraktif ditransaksikan terjungkal curam, seperti: BBRI, BMRI, BBCA, BBNI, TLKM, ASII, INDF, ICBP, ADRO, UNTR, LSIP, JSMR serta PGAS.
Empat Saham Bakrie Bertumbangan
Saham unggulan tercatat hanya menyisakan ITMG dan ISAT yang masih mampu bertahan di zona hijau. Pantauan terkait juga memperlihatkan, keruntuhan IHSG yang juga dikontribusi cukup signifikan oleh kinerja saham-saham group Bakrie.
Tercatat empat saham grup konglomerasi Bakrie kompak berbalik rontok tajam di sesi kali ini, yaitu BUMI turun 1,82 % di Rp161, BRMS turun 5,45 % di Rp416, DEWA turun 8,82 % di Rp124, dan ENRG turun 4,22 % di Rp272.
Catatan juga menunjukkan, BRMS dan BUMI yang masuk dalam empat besar saham teraktif ditransaksikan berdasar nilai perdagangan.
Gerak runtuh saham-saham Bakrie yang bisa dinilai sekedar koreksi teknikal akibat telah menjalani serangkaian lonjakan sangat tajam dalam beberapa pekan terakhir.
Trump Persulit Rupiah
Situasi seiring juga terjadi di pasar valuta, di mana nilai tukar Rupiah kembali terhajar tekanan jual cukup signifikan.
Posisi Rupiah yang sempat berupaya kukuh bertahan di zona penguatan tipis pada sesi perdagangan kemarin, kini harus turut terseret suram bersama seluruh mata uang Asia.
Pantauan menunjukkan, kinerja nilai tukar mata uang utama dunia yang kembali anjlok pada sesi perdagangan Rabu malam waktu Indonesia Barat.
Kerontokan mata uang utama dunia tersebut masih berlanjut hingga sesi perdagangan di Asia siang ini.
Sentimen kemungkinan kebijakan yang diambil Trump masih menjadi keprihatinan pelaku pasar. Nilai tukar Euro, Poundsterling, Dolar Kanada dan Dolar Australia kompak mencetak titik terlemah barunya dan bertahan hingga sore ini.
Sementara sentimen dari rilis data inflasi terkini AS yang sesuai dengan ekspektasi pelaku pasar gagal menyelamatkan pasar global dari sikap pesimis.
Sebelumnya, otoritas AS yang mengklaim inflasi sebesar 0,3 % pada Oktober lalu. Besaran inflasi tersebut diyakini akan mengukuhkan langkah The Fed untuk menurunkan suku bunga dalam kisaran moderat.
Namun sentimen kemenangan Trump dengan mudah menepis sentimen kinerja inflasi tersebut.
Konsekuensinya, mata uang Asia tidak memiliki pilihan untuk turut terhajar koreksi meski telah melemah di sesi perdagangan kemarin.
Kinerja tersuram Asia dicatatkan mata uang Ringgit Malaysia yang sempat rontok hingga kisaran 0,9 %. Rupiah, yang pada sesi kemarin mampu bertahan di zona kenaikan tipis, akhirnya tak berdaya jatuh dalam jurang koreksi.
Hingga ulasan ini disunting, Rupiah tercatat diperdagangkan di kisaran Rp15.850 per Dolar AS atau runtuh signifikan 0,51 %.
Sentimen domestik semakin mengukuhkan sikap pelaku pasar untuk jatuh dalam pesimisme sebagaimana telah berlangsung di pasar global. []
© Copyright 2024, All Rights Reserved