Beberapa waktu belakangan, marak informasi yang beredar melalui berbagai media terkait adanya sistem big data cyber security dan cybercrime. Pesan yang sempat menjadi viral itu berupa "Pengambilan Informasi melalui_System Big Data Cyber Security_ (BDCS) Indonesia" melalui Chatting atau social media. Kementerian Komunikasi dan Informasi pun beraksi. Pesan tersebut adalah informasi HOAX.
Dalam Pesan HOAX itu disebutkan sehubungan dengan beredarnya informasi mengenai rencana Dewan Pertahanan Nasional (Wantanas) yang akan mengambil semua informasi percakapan melalui Cyber Social Media (WA, BBM, Telegram, Line, SMS, dll) akan masuk secara otomatis ke System BDCS Indonesia.
Plt. Kepala Biro Humas Kementerian Kominfo, Noor Iza menegaskanm informasi tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya atau merupakan informasi HOAX.
Ia menyebut isu tersebut bahkan juga sempat muncul pada tahun lalu, dan Kominfo telah menyampaikan pada siaran pers ketika itu untuk mengklarifikasi.
Dalam klarifikasinya, Kominfo menjelaskan, informasi yang beredar melalui berbagai media terkait adanya sistem big data cyber security dan cybercrime police adalah informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya alias hoax.
Kominfo telah berkoordinasi baik secara internal maupun dengan instansi lain untuk mengkonfirmasi hal ini dan fakta yang ada menegaskan, bahwa sistem sebagaimana dimaksudkan dalam hoax tersebut tidak diterapkan pada Instansi Pemerintah di Indonesia.
Noor mengatakan, teknologi Big Data merupakan teknologi pengolah data yang telah umum diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat saat ini, termasuk di Indonesia. Teknologi itu bisa digunakna untuk kepentingan korporasi maupun pemerintahan.
Teknologi ini, pada dasarnya, dimaksudkan untuk memampukan pengolahan data dari berbagai sumber dengan efektif dan efisien. Akan tetapi, penerapan teknologi big data disertai pembatasan-pembatasan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam rangka melindungi Hak Asasi Warga Negara.
UU di Indonesia telah mengatur perlindungan data atau informasi dan pembatasan penggunaannya. Antara lain dalam UU ITE, UU Telekomunikasi, UU Keterbukaan Informasi Publik, UU Perbankan, UU Perlindungan Konsumen, dan sebagainya.
"Oleh karena itu, penerapan teknologi big data juga harus mematuhi peraturan perundang-undangan yang dimaksud."
Kominfo menegaskan, pada prinsipnya, pengawasan terhadap aktivitas seseorang di Internet dapat melanggar hak konstitusi warga negara khususnya mengenai privasi dan kebebasan berekspresi serta berkomunikasi.
Perlindungan terhadap privasi, dan kebebasan berekspresi serta berkomunikasi merupakan bagian penting dari pengembangan demokrasi dan selaras dengan instrumen internasional.
Indonesia menjunjung tinggi penegakan HAM melalui berbagai peraturan perundang-undangan yang ada. Oleh karena itu, penerapan sistem informasi yang berpotensi melanggar HAM akan dilakukan assessment yang komprehensif untuk memastikan tidak terjadinya pelanggaran HAM.
Dalam perundang-undangan di Indonesia dikenal adanya intersepsi atau penyadapan. Hal ini dilakukan untuk kepentingan penegakan hukum berdasarkan ketentuan-ketentuan yang tetap menjaga dan menghormati hak asasi manusia.
"Masyarakat diharapkan tidak terpengaruh terhadap informasi yang menyesatkan tersebut," tandas Noor.
© Copyright 2024, All Rights Reserved