Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mendatangi Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia (RI). Kedatangan mereka adalah untuk menyampaikan surat terkait soal Sirekap dan anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang meninggal dunia.
"Permohonan informasi untuk Sirekap kami ajukan meliputi dokumen pengadaan, dokumen anggaran, dan juga daftar kerusakan yang pernah terjadi di Sirekap," kata Anggota Divisi Korupsi Politik ICW, Egi Primayogha, di Kantor KPU, Jakarta Pusat, Kamis (22/2/2024).
Menurut Egi, langkap ICW dilakukan agar kami bisa memeriksa bagaimana prosesnya apakah sesuai dengan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih.
Menurut Egi, ICW ingin mengetahui lebih dalam terkait Sirekap KPU. KPU ingin mengetahui alasan KPU menggunakan Sirekap.
Di tengah dugaan kecurangan pemilu yang masif, kata Egi, pihaknya ingin memeriksa, apakah betul ada kecurangan yang terjadi melalui Sirekap.
"Jadi kami ingin memeriksa dokumennya terlebih dahulu untuk memastikan bahwa kecurangan itu tidak akan terjadi," jelas Egi.
Egi menyoroti anggaran Sirekap yang perlu ada transparansi terkait anggaran Sirekap.
"Ya justru itu kalau KPU semangat keterbukaan dan transparansi, anggaran sekecil apapun harusnya dipublikasikan, tidak ditutup-tutupi. Apalagi untuk permasalahan yang tengah menjadi perbincangan di tengah publik yang besar," kata Egi.
Egi mengatakan, publik sudah menduga ada kecurangan, ada kekisruhan akibat Sirekap, tapi KPU tidak memberikan informasi terkait anggaran. "Itu kan ironis sebetulnya," ucap Egi.
Dia berharap KPU terbuka terkait penggunaan Sirekap dan anggarannya. ICW mendengar Sirekap menggunakan anggaran yang besar.
"Itu justru anggaran jumlahnya besar tapi kok sistemnya berantakan dan konsekuensinya publik sampai sekarang menjadi kisruh, menjadi ribut di berbagai daerah karena sistem yang tidak siap sistem yang tidak baik," kata Egi.
Sementara itu, Kepala Divisi Riset dan Dokumentasi KontraS, Rozy Brilian, mengatakan, pihaknya mendesak KPU untuk transparan terkait data anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang meninggal dunia. Rozy meminta KPU untuk bertanggung jawab.
"Selain permasalahan soal aplikasi atau website-nya Sirekap, kami juga menyoroti berbagai persoalan soal kemanusiaan," kata Rozy.
Rozy mengatakan, KontraS meminta pertanggungjawaban KPU. KPU seharusnya bisa secara terbuka dan transparan menyampaikan kepada publik apa yang sesungguhnya terjadi.
Rozy menilai hak asasi dalam pelaksanaan Pemilu merupakan hal penting. KPU dinilai tidak melakukan perbaikan signifikan sehingga masih banyak petugas KPPS yang meninggal ataupun jatuh sakit.
"Tahun 2019 lalu, kita ingat juga bahwa 800 lebih meninggal juga karena kelelahan, artinya apa? Tidak ada perbaikan yang signifikan dari KPU dalam melihat persoalan-persoalan kemarin dari KPPS ini," kata Rozy. []
© Copyright 2024, All Rights Reserved