TULISAN ini pernah terbit tahun 2015 di kanal opini Jawa Pos. Tapi, saya kira masih relevan untuk diperbaharui. Faktor perubahan dari tulisan ini, upaya merespons pidato Jokowi pada pembukaan Muktamar Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) ke XX di Palembang pada 1 Maret 2024.
Kelemahan wacana dan tema Muktamar IMM ke XX terlalu prospektif dan berkelindan langsung dengan agenda utama rezim. Tampilan branding tema mengaburkan sisi doktrin intelektual IMM yang tak lagi menjadi sumbu gerakan revolusi kaum muda.
Presiden Republik Indonesia pertama Soekarno merupakan penyokong utama Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) yang menggoreskan tinta hitam diatas kertas "Aku Beri Restu Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah."
Bung Karno berharap, kader IMM berada pada jalan revolusi mental dalam menata kebangsaan. Bung Karno memberi pesan yang sungguh luar biasa maknanya kepada kader IMM saat Milad pertama kali digelar di Jakarta, bahwa Kaum Muda harus menggoyangkan langit, menggemparkan darat, dan menggelorakan samudera agar tidak jadi beban bangsa yang hidup hanya dari 2,5 sen dolar sehari.
Indonesia adalah bangsa yang tergantung pada diaspora Kaum Muda yang kerja keras, bukan muda mental tempe, bukan muda yang jadi kuli, kaum muda yang rela menderita demi cita-cita negara.
Kali ini, IMM tampil sebagai komisaris, direktur, dan jabatan lain yang empuk. IMM tak lagi sebagai pengendali perubahan dalam dinamika demokrasi. Kendalinya dipegang jejaring kuasa. Karamnya basis idealisme, intelektual dan markah gerakan, membuat IMM terkikis di tengah ketidakpastian.
IMM sekarang, perlu subsidi waktu untuk kembali pada jalan rakyat. IMM mengalami kesulitan melihat problem solving negara, termasuk ketidakmampuan analisa kebijakan negara yang kerap di luar kewarasan, sangat menggelikan.
Kedekatan tak berjarak dengan kekuasaan, semakin dalam dan intim rasa tergodanya, rayuan cinta jabatan berdampak pada tersingkirnya idealisme. Bahkan, buku dan tulisan yang mengasupi pikiran intelektual dianggap hambatan menjadi pemain film drama kehidupan.
Kerapkali, IMM gagal melihat kegagalan pemerintah. Bahkan, IMM senang menyaksikan rezim menindas rakyat dengan keputusan mencekik. Hilang dalam konsolidasi simpul kebangsaan. Posisi diam membisu ketika kekuasaan menaburi narasi pecah belah sistem politik. Beban sejarah dan perjalanan IMM ditukar tambah.
Mestinya, IMM memiliki metode dan sistematika kebangkitan kaum muda. Ketika penguasa memakai cara tak layak dalam bernegara, upaya-upaya pembusukan demokrasi kian dalam.
Sebaiknya, IMM harus segera kembali siuman dari kepulasan kenikmatan atas kedekatan kuasa. Karena rakyat butuh jalan keluar dari kaum muda yang lahir dari IMM. Jangan lagi ikut bermain dadu merebut kue kuasa, apalagi menjadi subordinat pemerintah.
Penting kembali pada kiblat gerakan intelektual dan membangkitkan fashion idealisme yang kuat. Karena rezim saat ini sudah memuakkan. IMM sebaiknya, jangan tampil menggoda seperti memelacuri rakyat yang berdampak pada tumpulnya kritik.
IMM perlu melihat masalah kebangsaan secara serius, mulai krisis konstitusi, ekonomi, pemberdayaan, maritim, rupiah, kebijakan BBM naik turun, beras mahal, dan eksploitasi sumberdaya alam. IMM sebaiknya mencegah eksploitasi rakyat yang dijadikan kuda perahan dalam sistem pemilu dan demokrasi.
Mustahil IMM mau swasembada generasi intelektual kritis, apabila sistematika dan tindakan mendekatkan diri dengan kekuasaan. Sungguh naif peran IMM dalam percaturan kebangsaan.
*Penulis adalah Alumni IMM, Aktivis Nelayan
© Copyright 2024, All Rights Reserved