PERMASALAHAN sampah masih menjadi polemik yang belum dapat diselesaikan dengan baik di tingkat lokal hingga nasional. Pertumbuhan penduduk yang terus menerus berakibat pada banyaknya jumlah timbulan sampah yang dihasilkan sehingga membutuhkan pengelolaan persampahan yang tepat.
Berdasarkan data dari KLHK pada tahun 2022, total timbulan sampah secara nasional mencapai 69 juta ton sampah, di mana 18,2% atau 12,5 juta ton adalah sampah plastik. Banyaknya timbulan sampah plastik menjadi permasalahan tersendiri yang memerlukan penanganan serius. Jumlah sampah plastik yang dihasilkan naik terus secara eksponensial sejak 1995 dikarenakan adanya peningkatan produksi plastik setiap tahunnya.
Dalam sensus yang diadakan oleh Badan Riset Urusan Sungai Nusantara (BRUIN) pada tahun 2023 dari 64 titik sungai di 28 kabupaten/kota di 13 provinsi menunjukkan bahwa sampah plastik menjadi persoalan utama di Indonesia. Setidaknya ditemukan sekitar 25.733 sampah plastik terutama kemasan sachet yang didominasi dari bungkus makanan, alat rumah tangga, perawatan diri, dan perlengkapan merokok.
Bulan Juli sebagai Bulan Bebas Plastik melalui gerakan Plastic Free July di tingkat global seharusnya bisa menjadi refleksi sudah sejauh mana upaya mewujudkan Indonesia Bebas Plastik seperti target yang ingin dicapai di tahun 2040 mendatang berdasarkan National Plastic Action Partnership (NPAP). Berbagai upaya dalam pengurangan sampah plastik telah, sedang dan terus diupayakan oleh berbagai pihak hingga saat ini.
Pengurangan sampah plastik untuk mewujudkan Indonesia Bebas Plastik memerlukan sinergitas berbagai pihak yang dimulai dari gerakan akar rumput melibatkan kaum muda, masyarakat, komunitas, NGO, akademisi, swasta hingga pemerintah. Tahun 2023 lalu dalam gerakan Pawai Bebas Plastik yang merupakan kampanye kolaboratif berbagai NGO lingkungan di Jakarta dan diikuti oleh ratusan pegiat lingkungan menuntut tiga hal dalam mendorong perwujudan Indonesia bebas plastik.
Pertama, mendorong pemerintah melarang penggunaan plastik sekali pakai dan mendorong praktik guna ulang sebagai Solusi. Kedua, mendorong pemerintah memperbaiki sistem tata kelola sampah. Ketiga, mendorong produsen dan pelaku usaha bertanggung jawab atas sampah pasca konsumsi.
Tolak dan Larang Plastik Sekali Pakai
Dalam hierarki persampahan, refuse atau menolak dan reduce atau mengurangi menjadi tingkatan paling awal yang harus dilakukan untuk mencegah timbulnya sampah. Gerakan untuk menolak plastik sekali pakai di Indonesia setidaknya telah berlangsung sejak belasan tahun lalu yang dimotori oleh gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik.
Gerakan ini akhirnya mendorong KLHK untuk melakukan uji coba kantong plastik berbayar yang diterapkan pada ritel di 22 Kota pada Februari hingga Mei 2016. Adanya kebijakan ini ternyata mampu mengurangi sampah plastik hingga 55%.
Dari sinilah muncul komitmen kota/kabupaten di Indonesia untuk menerapkan larangan kantong plastik sekali pakai yang diprakarsai pertama kali oleh Kota Banjarmasin melalui Peraturan Walikota Nomor 18 Tahun 2016. Hingga hari ini setidaknya ada 113 Kota/Kabupaten di Indonesia yang telah menerapkan aturan larangan penggunaan kantong plastik sekali pakai.
Di Jakarta sendiri, aturan mengenai pelarangan plastik sekali pakai tertuang dalam Pergub No. 142/2019 tentang Kewajiban Penggunaan Kantong Belanja Ramah Lingkungan pada Pusat Perbelanjaan, Toko Swalayan dan Pasar Rakyat. Pergub ini berlaku efektif sejak 1 Juli 2020 dan menurut data DLHK Jakarta poda 2021 berhasil menurunkan 82% penggunaan plastik di Jakarta.
Adanya aturan pembatasan atau pelarangan dalam penggunaan plastik sekali pakai menjadi salah satu alat yang cukup efektif dalam aksi pengurangan plastik sekali pakai di Indonesia. Jumlah 113 Kota/Kabupaten yang telah lebih dulu menerapkan larangan plastik sekali pakai masih sangat kurang dari sepertiga total keseluruhan jumlah Kota/Kabupaten di Indonesia.
Mendorong Praktik Guna Ulang
Sulitnya mendaur ulang kemasan sachet yang terdiri dari plastik berlapis-lapis (multilayer) membuat praktik guna ulang perlu untuk menjadi solusi yang lebih keras digaungkan. Penelitian yang dilakukan Universitas Indonesia dan Diet Plastik Indonesia menunjukkan bahwa rata-rata 1 orang Indonesia mengkonsumsi 4 kilogram limbah sachet per tahun.
Sebagian besar sampah sachet tersebut berasal dari produk makanan dan minuman instan. Bila tidak ada aksi intervensi lebih lanjut, setidaknya akan ada 1,1 juta ton sampah sachet di Indonesia pada tahun 2030.
Guna ulang berarti menggunakan kembali wadah/kemasan yang telah dipakai hingga pada batas pemakaian tertentu. Melalui praktik guna ulang kita telah memperpanjang masa pakai suatu wadah/kemasan untuk tidak langsung dibuang begitu saja.
Adanya solusi guna ulang mampu berpotensi memberikan kontribusi nilai ekonomi bersih sampai dengan Rp1,5 triliun pada tahun 2030. Hal ini bisa tercapai dengan syarat sistem guna ulang bisa memiliki standardisasi dan infrastruktur yang memadai serta dukungan kebijakan pemerintah.
Perbaikan Tata Kelola Sampah
Dalam Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut, Indonesia berkomitmen mengurangi sampah plastik di laut sebesar 70 persen pada tahun 2025. Data dari Tim Koordinasi Nasional Penanganan Sampah Laut (TKN-PSL) sampai dengan tahun 2022 tercatat bahwa Indonesia telah berhasil menekan kebocoran sampah ke laut sebesar 35,36% atau sebesar 217.702 ton dari baseline data kebocoran sampah laut tahun 2018 yakni sebesar 615.675 ton.
Selain ke laut, timbulan sampah plastik juga banyak menumpuk di TPA. Amanat Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 yang menjadi rujukan dalam pengelolaan persampahan di Indonesia agaknya belum mampu mengubah paradigma lama dari kumpul, angkut dan buang menjadi kumpul, pilah dan olah.
Perbaikan tata Kelola sampah melalui perubahan paradigma dalam pengelolaan persampahan di Indonesia menjadi sangat penting. TPA yang melebihi kapasitasnya menunjukkan bahwa perlu perbaikan tata Kelola sampah sesegera mungkin.
Selain itu, upaya pengelolaan sampah yang dimulai dari peningkatan area pelayanan, mendorong pemilahan sampah dari sumber sampah, peningkatan kapasitas dan jumlah TPS 3R, peningkatan jumlah bank sampah dan mendorong pemanfaatan sampah menjadi produk bernilai ekonomis melalui penerapan ekonomi sirkuler sehingga mengurangi jumlah timbulan sampah yang akan dibuang ke TPA.
Penerapan Extended Producer Responsibility (EPR)
Extended Producer Responsibility (EPR) adalah sebuah mekanisme kebijakan yang mengharuskan produsen bertanggung jawab atas seluruh siklus hidup produk yang mereka distribusikan di pasar (termasuk kemasan yang dipakai). Mulai dari tahap desain hingga akhir masa pakainya. Termasuk pengumpulan dan daur ulang limbah.
Dampak lingkungan yang dihasilkan dari sampah kemasan pasca konsumsi terkadang tidak diperhitungkan oleh produsen. Seringkali pihak konsumen yang harus menanggung dampak buruk dari pencemaran akibat sampah kemasan pasca konsumsi, utamanya sachet yang banyak mencemari perairan mulai dari sungai, danau hingga laut.
Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 75 tahun 2019 (Permen LHK 75/2019) tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen, produsen diwajibkan untuk memiliki rencana peta jalan dalam melakukan upaya membatasi timbulan sampah, memanfaatkan kembali sampah, dan mendaur ulang sampah melalui penarikan kembali dari produk yang dihasilkan.
Adanya peta jalan pengurangan sampah oleh produsen ini menargetkan pengurangan 30% sampah hingga 2029. Dari penerapan Permen LHK nomor 75 tahun 2019 hingga saat ini baru sebanyak 18 produsen yang melakukan pilot project dari 42 produsen yang telah mempunyai dokumen peta jalan.
Jalan Panjang yang Masih Harus Diperjuangkan
Berbagai upaya yang mengarah pada perwujudan Indonesia Bebas Plastik telah, sedang dan akan terus dilakukan. Upaya yang dilakukan tidak bisa hanya bertumpu pada satu pihak saja, melainkan diperlukan kolaborasi bersama.
Kolaborasi berbagai pihak dari akar rumput hingga pemerintah yang mengaturnya dalam bentuk kebijakan mampu melengkapi dan menyempurnakan upaya yang dilakukan. Mewujudkan Indonesia Bebas Plastik tidak bisa instan. Masih panjang perjuangan untuk membuka mata berbagai pihak sehingga memiliki visi yang sama mendukung kampanye untuk mewujudkan Indonesia Bebas Plastik di tahun 2040.
Sebagai individu, kita bisa memulainya dengan kebiasaan kecil di keseharian kita untuk mengurangi penggunaan plastik sekali pakai; kantong plastik, sedotan plastik, botol plastik, styrofoam hingga kemasan sachet.
Perlahan tapi pasti, kita sedang berprogres menuju Indonesia Bebas Plastik!
*Penulis adalah Co-founder dan Chairman Teens Go Green Indonesia, Mahasiswa Magister Pengelolaan Sumber Daya Alam Universitas Al Azhar Indonesia
© Copyright 2024, All Rights Reserved