Kementerian Perdagangan (Kemendag) meminta agar angkutan air minum dalam kemasan (AMDK) tidak dimasukkan ke dalam pembatasan angkutan barang seperti yang tertuang dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang larangan angkutan barang pada setiap libur besar keagamaan.
Meskipun saat ini AMDK belum termasuk ke dalam kategori sembako. Namun begitu, keberadaannya sangat penting dan menjadi barang strategis di masyarakat.
“Walaupun AMDK tidak termasuk bahan pokok, tapi sudah tergolong bahan strategis yang dibutuhkan masyarakat saat ini, apalagi di hari-hari libur besar keagamaan,” kata Direktur Sarana Perdagangan dan Logistik Ditjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Sugy Atmanto, dalam keterangannya yang dikutip Senin (25/3/2024).
Menurut Sugy, kebutuhan AMDK pada saat menjelang hari besar keagamaan nasional (HBKN) atau libur keagamaan, selalu meningkat.
“Sebenarnya hal-hal yang seperti ini yang kita akan dan terus sampaikan ke Kementerian Perhubungan (Kemenhub) untuk dipertimbangkan dalam SKB berikutnya,” kata Sugy.
Sugy berharap Kemenhub juga bisa mempertimbangkan pendapat dari Kemendag dan kementerian lainnya yang terkait dalam penerbitan SKB berikutnya.
Hal itu bertujuan agar SKB ini tidak lagi dipersoalkan oleh karena tidak bisa mengakomodir kepentingan-kepentingan pelaku usaha terkait dengan kebutuhan masyarakat di hari-hari besar keagamaan.
Sebelumnya, Pemerintah resmi menerbitkan SKB tentang Pengaturan Lalu Lintas Jalan serta Penyeberangan Selama Masa Arus Mudik dan Arus Balik Angkutan Lebaran Tahun 2024/1445 H, yang akan berlaku mulai Jumat, 5 April 2024 pukul 09.00 waktu setempat sampai dengan Selasa, 16 April 2024 pukul 08.00 waktu setempat.
Pembatasan kendaraan angkutan barang berlaku untuk truk barang atau mobil barang dengan sumbu tiga atau lebih.
Kemudian mobil barang dengan kereta tempelan, kereta gandengan, serta mobil barang yang mengangkut hasil galian, hasil tambang dan bahan bangunan.
Menanggapi SKB tersebut, Ekonom dari Universitas Katolik Parahyangan, Aknolt Kristian Pakpahan, menyayangkan bahwa SKB tersebut hanya melibatkan tiga institusi saja, yaitu Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Korlantas Polri dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Padahal menurut Aknolt, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan Kementerian Perdagangan (Kemendag) juga perlu dilibatkan untuk menghindari dampak negatif terhadap industri-industri yang dirugikan SKB tersebut.
Menurut dia, pemerintah hanya mementingkan kenyamanan para pemudik saja. Sementara, kepentingan para pelaku ekonomi diabaikan.
“Memberikan kenyamanan kepada pemudik itu memang tidak salah. Tapi, tidak tepat juga jika pelaku ekonomi menjadi terdampak atau dihambat atau dibatasi oleh SKB ini,” kata Aknolt.
Dia mengatakan, SKB tersebut juga perlu melibatkan banyak stakeholder. Artinya, perlu dipertimbangkan dampaknya seperti apa, pengaturan mitigasinya seperti apa. Ini yang perlu juga ditekankan dalam SKB itu.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2021 menyebutkan bahwa kontribusi AMDK dan industri makanan dan minuman bagi perekonomian nasional sebesar 6,4% terhadap PDB dan 38,05% terhadap total industri non-migas nasional.
Data BPS juga menunjukkan, mayoritas atau 40,64% rumah tangga Indonesia menjadikan air kemasan bermerek sebagai sumber air minum. []
© Copyright 2024, All Rights Reserved