Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus berupaya meningkatkan kualitas rumput laut Indonesia agar dapat menguasai pasar dan jadi produsen utama rumput laut dunia. Saat ini, Ditjen Budidaya KKP tengah mengembangkan rumput laut hasil kultur jaringan yang kualitas dan hasil produksinya lebih baik.
Dirjen Perikanan Budidaya KKP, Slamet Soebjakto mengatakan ditengah pasar ekspor yang tinggi, ada tuntutan agar kualitas rumput laut agar tetap bisa bertahan. Pengembangan rumput laut kultur jaringan menjadi solusinya.
"Bibit rumput laut kultur jaringan memiliki banyak keunggulan, baik dari segi kandungan karaginan maupun pertumbuhan yang lebih cepat," katanya kepada politikindonesia.com, di Jakarta, Senin (07/11).
Slamet menambahkan, dengan strategi pengembangan budidaya kawasan, KKP akan membuat manajemen tanam untuk menjamin pasokan yang berkelanjutan. "Selain itu, waktu panen rumput laut juga dapat diatur."
Dikatakan Slamet, pihaknya telah menjalin kerjasama dengan lembaga riset Biotrop untuk mengembangkan budidaya rumput laut kultur jaringan. Diyakini, bibit rumput laut ini bisa meningkatkan produksi rumput laut nasional yang saat ini sebesar 11,4 juta ton menjadi 13 juta ton.
"Untuk tahun 2017, setidaknya diperlukan bibit rumput laut kultur jaringan sebanyak 1,1 juta ton. Kami akan mengganti semua bibit rumput laut dengan bibit kultur jaringan. Kami pun membutuhkan sekitar 6.500 hektar (ha) lahan. Sehingga produksi rumput laut kita akan mengalami peningkatan dari 11,4 juta ton naik jadi 13 juta ton. Artinya ada kenaikan hampir 2 juta ton untuk total produksi," ujarnya.
Diakui Slamet, semua pembudidaya rumput laut di berbagai wilayah di Indonesia siap menerima bibit rumput laut kultur jaringan untuk membantu mewujudkan target produksi tahun 2017. Karena penggunaan bibit ini tahan terhadap cuaca dan dapat masa panen lebih cepat dibandingkan dengan menggunakan bibit konvensional.
"Untuk pengadaan bibit rumput laut kultur jaringan ini, kami akan menggelontorkan dana mencapai Rp8,4 miliar. Nantinya dana itu juga akan digunakan untuk membangun laboratorium untuk pengembangan produk kelautan lainnya di balai-balai yang ada di daerah," paparnya.
Pada kesempatan itu. Slamet menambahkan, pihaknya tidak ingin lagi ada pembudidaya yang menggunakan bibit rumput laut dengan menyisihkan hasil panennya. Semuanya, harus menggunakan bibit hasil kultur jaringan tersebut. Jadi, pihaknya juga akan mengubah pola pikir pembudidaya bahwa yang diubah bukan hanya bibitnya saja. Sebab biasanya dari panen diambil sebagian untuk bibit, baru sisanya dijual. Kalau menggunakan rumput laut kultur jaringan, semua hasil panen bisa dijual dan bibitnya didatangkan lagi dari kebun bibit yang baru.
"Hal ini memang masih butuh sosialisasi mengimplementasikan program ini. Karena kami masih memiliki kendala dengan keterbatasan sumber daya manusia. Khususnya tenaga pendamping profesional yang mendampingi para pembudidaya rumput laut ketika memanfaatkan bibit kultur jaringan," tegasnya.
Sementara itu, Direktur Seameo Biotrop Irdika Mansur menyatakan banyak keunggulan yang didapatkan dari pengembangan bibit rumput laut melalui teknik kultur jaring ini. Pertama, produksi rumput laut yang meningkat hingga 3 kali lipat dibandingkan dengan teknik konvensional. Kegiatan ini terkait pengembangan bibit rumput laut dengan kultur jaringan. Ini bisa tingkatkan produksi 2-3 kali lipat dibanding konvensional.
"Selain itu, daya tahan tanaman rumput laut lebih baik lama dibandingkan dengan bibit konvensional. Kalau musim sedang tidak menguntungkan, biasanya rumput laut ini akan terbawa ombak. Tapi dengan ini bisa diselamatkan. Sehingga dengan pengembangan teknik ini, produksi rumput laut nasional akan semakin meningkat. Dampaknya, ekspor rumput laut Indonesia juga akan melonjak tiap tahunnya," imbuhnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved