Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fahri Hamzah mengatakan, DPR berencana mengirim surat kepada Presiden Joko Widodo terkait rencana pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. DPR ingin berkonsultasi terlebih dahulu sebelum melangkah ke dalam pembahasan yang lebih jauh.
“Menurut saya jangan melangkah jauh Baleg (Badan Legislatif DPR) itu. Kita tanya dulu nih, mau enggak diubah? Sebab, kalau Presiden tidak kirim orang, ya tidak berubah," ujar Fahri kepada pers di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (08/10).
Dikatakan Fahri, saat ini masih terlalu dini untuk meributkan substansi dalam perubahan UU KPK. Hal itu karena belum ada kesepakatan bersama antara pemerintah dan DPR dalam melihat apakah ada persoalan implementasi UU KPK. “Problemnya sepakat dulu, ada atau enggak masalahnya? Kalau ada masalah, ya ayo (dibahas),” ujar dia.
Fahri mengatakan, sistem presidensial yang diterapkan di Indonesia berbeda dari presidensial di negara lain. Di Indonesia, harus ada kesepakatan bersama antara legislatif dan eksekutif dalam pembuatan UU. Adapun di negara lain, UU dibuat oleh badan legislatif dan Presiden hanya bertugas melaksanakan UU tersebut. “Tapi Presiden bisa melakukan veto terhadap UU itu kalau dia tidak suka," ujarnya.
Fahri mengatakan, DPR tidak perlu menunjukkan sikap bernafsu untuk membahas revisi UU KPK. Menurut dia, problem yang terjadi di tubuh KPK selama ini sebenarnya bukan berasal dari DPR, melainkan dari pemerintah.
“Sekarang siapa yang berhentikan pimpinan KPK, siapa? Presiden. Yang menjadikan tersangka pimpinan KPK, siapa? Lembaga di bawah presiden. Yang membuat Perppu siapa? Presiden. Yang usulkan pembahasan awal siapa? Pemerintah. Kenapa kemudian DPR yang jadi persoalan," ujar politisi Partai Keadilan Sejahtera ini.
Ia menambahkan, rencananya, hari ini, DPR akan melayangkan surat ke Presiden untuk permintaan konsultasi. Ada 3 poin yang ingin dibahas dalam konsultasi tersebut.
“Di rapat bamus disepakati dewan diminta konsultasi dengan presiden. Pertama, membahas capim KPK, mempertanyakan ketiadaan jaksa di paket calon pimpinan KPK, hasil audit kinerja BPK sesuai UU KPK tentang perlunya audit kinerja, ketiga tentang masa depan revisi UU ini," ungkap Fahri.
Fahri menambahkan, nasib revisi UU KPK ini tergantung sikap Presiden. “Kami hari ini kirim surat sesuai amanat Bamus, minta waktu konsultasi ke presiden. Kalau presiden bilang tidak mau revisi UU KPK, ya selesai," tandas dia.
© Copyright 2024, All Rights Reserved