Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PP dan PA) akan menyiapkan perempuan potensial agar tingkat keterwakilannya di politik bisa meningkat pada Pemilu 2019. Sempat meningkat signifikan di era reformasi, keterwakilan perempuan menurun pada Pemilu 2014.
Menteri PP dan PA Yohana Yembesi mengatakan pada periode 2009-2014 keterwakilan perempuan di tingkat pusat mencapai 18 persen. Kemudian, pada tahun 2012 terbit Undang-undang (UU) Pemilu yang mengatur penempatan calon anggota legislatif harus memenuhi kuota 30 persen perempuan. Dari penyusunan UU itu, sudah menunjukan ada pemaksaan terhadap partai politik peserta pemilu untuk meningkatkan keterwakilan perempuan di parlemen.
“Namun, kenyataannya pada 2014 keterwakilan perempuan di tingkat pusat justru menurun dari 18 persen menjadi 17 persen. Penurunan itu karena masih ada beberapa tantangan meningkatkan representasi politik perempuan yakni tantangan kebijakan, kebijakan partai politik, serta problem kapasitas dan kepercayaan diri perempuan,” katanya kepada politikindonesia.com di saat menghadiri Sarasehan dan Rembuk Nasional Perempuan Indonesia bertema, “Meningkatkan Peran dan Partisipasi Perempuan dalam mewujudkan Welfare State” di Gedung DPR Rl, Jakarta, Senin (18/12).
Yohana mengungkapkan akan mengupayakan agar perempuan Indonesia bisa aktif berpolitik, terutama di lembaga legislatif dan eksekutif. Sehingga saat ini, Indonesia perlu dukungan pendidikan politik bagi perempuan, baik sebagai pemilih maupun yang dipilih. Oleh karena itu, pihaknya sudah mendesain perencanaan pendidikan politik bagi 68.881 perempuan di 34 provinsi dan 514 kabupaten/kota se-Indonesia.
“Masyarakat, khususnya kaum perempuan, perlu diberikan pendidikan politik sebagai proses pencerahan dan pencerdasan bangsa. Namun, sering kali kelompok perempuan yang menjadi pimpinan atau wakil rakyat juga tidak mengerti tentang isu-isu perempuan, gender, dan anak. Oleh karena itu kita adakan pelatihan, kita dorong di tingkat peraturan 30 persen di legislatif pada Pemilu 2019," tandasnya.
Dijelaskan, sebenarnya masih ada waktu sekitar 1 tahun lagi menuju Pemilu 2019. Namun, upaya menciptakan iklim politik yang kondusif yang ditandai dengan meningkatnya jumlah keterwakilan perempuan sudah di mulai sejak 4 tahun lalu. Karena peningkatan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30 persen di DPR, DPD dan DPRD sudah menjadi agenda Kabinet Kerja sebagaimana tertera di dalam Peraturan Presiden No. 2 Tahun 2015 tentang RPJMN 2015 – 2019.
“Atas dasar arahan RPJMN tersebut, maka pihaknya telah menetapkan Peraturan Menteri No. 10 tahun 2015 tentang Grand Design Peningkatan Keterwakilan Perempuan di DPR, DPD dan DPRD pada Pemilu 2019. Grand Design tersebut disusun untuk menjadi dasar pijakan dan untuk memberikan panduan kinerja para pemangku kepentingan, baik di lingkungan pemerintahan pusat dan daerah, ataupun lembaga-lembaga masyarakat, juga perguruan tinggi yang turut berpartisipasi aktif dalam upaya meningkatkan keterwakilan perempuan di legislatif pusat dan daerah,” tuturnya.
Sementara itu, Direkrut Pusat Kajian Kebijakan Publik Institut Ilmu Sosial dan Manajemen STIAMI, Taufan Maulamin menambahkan, saat ini partisipasi kalangan perempuan dalam dunia politik sangat dibutuhkan. Karena kalangan perempuan lebih dominan dari segi populasi, tapi kualitasnya belum terpenuhi. Oleh sebab itu, pihaknya berharap keterwakilan perempuan pada Pemilu 2019 mendatang bisa bertambah. Apalagi, Indonesia telah menetapkan angka keterwakilan perempuan sebesar 30 persen.
“Namun jumlah tercapai di lapangan saat ini kondisinya masih jauh dari angka itu. Padahal, peran perempuan juga tak kalah penting dengan laki-laki untuk mewakili aspirasi masyarakat. Namun, di sisi lain, kualitas perempuan untuk menempati posisi tersebut juga perlu diperhatian. Jangan asal ada kuota untuk perempuan, maka menempatkan orang yang salah di posisi strategis. Karena itu, perlu ada kaderisasi dan pelatihan yang dilakukan perempuan untuk aktif berpartisipasi dalam jabatan publik,” ungkapnya.
Diuraikan, sedikitnya keterwakilan perempuan dalam politik di Indonesia karena dipengaruhi beberapa hal. Mulai dari di rumah, seperti keluarga tidak dukung sampai sosial kultural. Bahkan, dari hasil studi memperlihatkan bahwa dewan direksi yang dikelola perempuan biasanya lebih baik dan tingkat korupsinya rendah.
“Karena itu, perempuan jangan ragu berpolitik. Mereka harus mampu menunjukkan kualitas diri mereka setera bahkan lebih dari laki-laki. Perempuan harus memiliki pemikiran dan kelakukan yang baik agar ada kesan baik juga dari publik. Karena kualitas laki-laki dan perempuan dari kontribusinya tidak dipandang dari gender. Hal itu karena populasi perempuan lebih banyak,” tegasnya.
Dia memaparkan, meningkatkan keterwakilan perempuan dalam Pemilu, pihaknya di pasca sarjana membuat pusat kajian kebijakan publik. Salah satu yang dikaji adalah kebijakan tentang Pemilu dan demokrasi.
“Karena kami merupakan lembaga pendidika, kami pun melakukan bimbingan teknis (Bimtek) bagi anggota parlemen agar mereka memiliki nilai-nilai agama dan pancasila dalam menjalankan fungsi legislasi. Selain itu, kami juga melakukan penelitian dan kapasitas building sebagai pembekalan bagi para anggota dewan,” tutupnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved