Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Almuzzammil Yusuf mengucapkan selamat kepada M Prasetyo sebagai Jaksa Agung baru. Akan tetapi anggota Fraksi PKS itu, menyayangkan pelantikan Jaksa Agung tidak direncanakan dengan baik sehingga melanggar UU No.16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan RI dan UU No.17 Tahun 2014 Tentang MPR,DPR, DPD, dan DPRD.
"Pasal 21 UU Kejaksaan dan Pasal 236 UU MD3 melarang Jaksa Agung dan Anggota DPR RI untuk rangkap jabatan sebagai pejabat negara. Jadi pelantikan Jaksa Agung yang dilakukan Presiden Jokowi melanggar kedua UU ini,” ujar politisi asal Lampung ini kepada politikindonesia.com, Jumat (21/11).
Muzzammil mengatakan, seharusnya pelanggaran terhadap larangan ini tidak akan terjadi jika Presiden Jokowi merancangnya jauh-jauh hari. “Dalam Pasal 240 UU MD3 disebutkan bahwa paling lama 7 hari Pimpinan DPR menerima surat pemberhentian dari Pimpinan Partai Politik maka harus dikirimkan ke Presiden. Presiden diberikan waktu paling lama 14 hari. Jadi jika berkeinginan taati UU, baik Pimpinan DPR dan Presiden bisa segera lakukan pemberhentian resmi Prasetyo sebagai Anggota DPR dari Nasdem hanya beberapa hari saja.”
Muzzammil menyarankan agar semua pihak, terutama para pejabat negara untuk bersama-sama menghormati peraturan perundang-undangan.
“Kita perlu berikan keteladan yang baik kepada masyarakat. Hukum itu tegak jika ada keteladan yang baik dari para pemimpinnya.”
Selain itu, Muzzammil mempertanyakan independensi Jaksa Agung baru itu. “Tentu publik mempertanyakan kenapa seorang Jaksa Agung dipilih dari kalangan partai politik meskipun sebelumnya pernah menjadi jaksa. Idealnya, bukan dari anggota DPR yang partisan tapi dari kalangan profesional, akademisi, praktisi atau pegiat hukum yang integritas dan kredibilitasnya sudah teruji,” ujar dia.
Muzzamil menyebut, independensi dan komitmen yang kuat dalam penegakan hukum bagi Jaksa Agung sangat penting karena Jaksa Agung dituntut untuk lebih berperan dalam menegakkan reformasi dan supremasi hukum, perlindungan kepentingan umum, penegakan hak asasi manusia, serta pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme.
“Makanya pada Pasal 37 menegaskan Jaksa Agung bertanggung jawab atas penuntutan yang dilaksanakan secara independen demi keadilan berdasarkan hukum dan hati nurani. Jadi Jaksa Agung harus bebas dari pengaruh kekuasaan pihak mana pun.” Jelasnya.
Untuk itu, Muzzammil mengusulkan agar dalam revisi UU Kejaksaan yang akan dibahas di Komisi III nanti kedudukan kejaksaan bukan lagi sebagai lembaga pemerintahan,
“Kata yang tepat untuk kedudukan Kejaksaan dalam UU Kejaksaan kedepan adalah lembaga penegak hukum bukan lagi lembaga pemerintahan dan dalam pengangkatan dan pemberhentiannya tidak lagi Presiden sendiri tapi juga mempertimbangkan DPR sebagai wakil rakyat. Tujuannya agar ada checks and balances dan memastikan bahwa Jaksa Agung bukan hanya mementingkan kepentingan penguasa tapi rakyat yang lebih luas,” tandas dia.
© Copyright 2024, All Rights Reserved