Jaksa Agung diminta tidak menyetujui keinginan pemerintah Australia untuk melakukan penukaran narapidana dengan Indonesia. Praktik seperti itu tidak sesuai hukum internasional. Sesuai hukum internasional pertukaran tahanan hanya dikenal dalam hukum perang dengan istilah exchange of prisoners of war. Indonesia dengan Australia tak terlibat dalam perang saat ini sehingga pemikiran seperti itu tidak bisa dilakukan. Indonesia akan dinilai bersikap diskriminatif oleh negara lain.
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, mengemukakan hal itu, Rabu (12/01).
Menurut Hikmahanto, dalam hukum internasional dikenal adanya perjanjian untuk pemindahan narapidana (Transfer of sentenced prison). Namun antara Indonesia dengan Australia hingga sekarang masih belum disepakati perjanjian pemindahan tahanan itu.
Karena itulah, Hikmahanto berkesimpulan, mekanisme pelaksanaan pertukaran narapidana tak mungkin dilakukan. Menurut Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Sarjana Hukum Indonesia (ISHI) ini, pertukaran Corbie, terpidana kasus narkoba, dengan sejumlah tahanan WNI di Australia berpotensi menciderai keadilan.
Karena para narapidana warga negara Indonesia yang terlibat masalah narkotika dipindahkan ke Lembaga Pemasyarakatan yang lebih ketat. Sedangkan Corbie, wanita Australia yang terlibat kasus narkoba di Bali, bisa merasakan penjara yang kondisinya jauh lebih baik di Australia.
Selain itu, bila ada sejumlah tahanan Indonesia dikembalikan ke Tanah Air, apakah lembaga pemasyarakatan kita sudah mampu menampung dan membiayai hidupnya selama ditahan. Saat ini banyak lembaga pemasyarakatan yang telah melebihi kapasitas, sehingga menyulitkan dalam penganggaran.
Untuk itu, Hikmahanto meminta Kejaksaan Agung berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Hukum dan HAM terkait ajakan Wakil Jaksa Agung Australia. Masalah pertukaran narapidana narkotika itu harus dibahas berbagai pihak, agar tak salah dalam melangkah.
Selama ini, pemerintah Australia telah lama berupaya agar narapidana asal Australia dapat dipindahkan ke negara asalnya. Salah satu alasan karena pemerintah Autralia ingin mendapat dukungan dari publiknya, di samping untuk melindungi warganya yang tersangkut masalah hukum di negara lain.
Kalau pertukaran itu dilakukan, menurut Hikmahanto, tentu hal itu menjadi keberhasilan pemerintah Australia di mata publiknya. Namun di mata publik Indonesia, hal itu merupakan indikasi lemahnya pemerintah Indonesia dalam menegakkan kedaulatan hukum dari upaya gigih pemerintah Australia.
Publik Indonesia akan kecewa karena pemerintahnya mudah takluk dengan pemerintah negara lain, dengan iming-iming warga Indonesia yang ditahan di Australia. Padahal kejahatan yang dilakukan warga Indonesia tidak sebanding dengan kejahatan yang dilakukan oleh warga Australia di Indonesia.
Kalau pemerintah Indonesia meluluskan pertukaran narapidana dengan Australia itu akan dinilai telah bertindak diskriminatif dengan bangsa lain. Terutama terhadap narapidana narkotika asal negara lain seperti Thailand dan Nigeria. Hal itu akan melukai perasaan negara sahabat lainnya.
Jadi, kata Hikmahanto, jangan sampai ada kesan Indonesia takluk ketika berhadapan dengan negara yang warna kulit dan peradabannya seolah lebih superior. Karena itulah, keinginan Australia untuk mengadakan pertukaran tahanan narkotika tidak boleh dipenuhi.
© Copyright 2024, All Rights Reserved