Presiden Korea Selatan (Korsel), Yoon Suk Yeol, terancam dimakzulkan. Hal ini bisa dilihat dari aksi yang dilakukan ratusan ribu warga Korsel menandatangani petisi yang menyerukan pemakzulan terhadap Yoon Suk Yeol.
Dikutip dari Reuters, petisi dirilis sejak 20 Juni di situs web Majelis Nasional itu menyerukan agar parlemen mengajukan rancangan undang-undang (RUU) guna memakzulkan Yoon dengan alasan ia tidak layak menjabat sebagai presiden.
Petisi itu menuding bahwa Yoon melakukan korupsi, memicu risiko perang dengan Korea Utara. Kondisi ini membuat warga Korsel menghadapi risiko kesehatan karena tidak menghentikan Jepang membuang limbah nuklir Fukushima.
Lebih dari 811.000 orang tercatat telah menandatangani petisi tersebut. Saking banyaknya orang yang hendak tanda tangan, laman petisi daring itu pun jebol pada Senin (1/7/2024). Akibatnya situs tidak bisa diakses selama 4 jam.
Sebanyak 30.000 orang disebut menunggu untuk mengakses situs itu.
Ketua Majelis Nasional Korsel, Woo Won Shik, berjanji akan memperbaiki masalah tersebut sesegera mungkin.
Kantor kepresidenan sejauh ini belum memberikan komentar. Berdasarkan undang-undang Korea Selatan, parlemen diwajibkan untuk menyerahkan apapun petisi yang ditandatangani oleh lebih dari 50.000 orang ke sebuah komite yang nantinya memutuskan apakah akan mengajukan petisi itu ke majelis untuk voting atau tidak.
Kubu oposisi dan pemegang mayoritas di parlemen, Partai Demokrat, sejauh ini ragu untuk menindaklanjuti petisi. Sejumlah media melaporkan Demokrat belum membahas masalah tersebut.
Yoon Suk Yeol tidak disenangi rakyat Korea Selatan sejak menjabat presiden pada 2022. Dia hanya meraup 25% dukungan dalam peringkat persetujuan yang dilakukan April lalu.
Profesor di Pusat Penelitian Studi Korea Universitas Monash, Andy Jackson, mengatakan, petisi itu "mencerminkan ketidakpuasan seluruh negeri terhadap presiden dan kinerjanya."
"Dengan banyaknya tanda tangan dan ketidakpuasan yang meluas, komite kemungkinan akan merekomendasikan tindakan lebih lanjut," kata Jackson, seperti dikutip ABC Net.
Di Korsel, parlemen bisa menyerukan pemakzulan presiden jika mengantongi dua pertiga suara mayoritas. Jika telah mencapai suara tersebut, Mahkamah Konstitusi dapat mempertimbangkan untuk memutuskan apakah akan memberhentikan atau mengangkat kembali sang presiden.
"Jika hal ini tidak terjadi, kemungkinan besar kemarahan rakyat akan memuncak dan masyarakat akan ramai-ramai turun ke jalan," kata Jackson.
Parlemen Korea Selatan pernah dua kali memakzulkan presiden, yakni Roh Moo Hyun pada 2004 dan Park Geun Hye pada 2017.
Pemakzulan Yoon kali ini "sangat mungkin" dilakukan. "Ada banyak alasan mengapa popularitas Yoon menurun. Sikap kerasnya terhadap Korea Utara seharusnya membawa stabilitas di semenanjung, namun hal ini justru meningkatkan ketegangan," kata Jackson.
Penanganan lemah Yoon terhadap masalah limbah nuklir Fukushima juga dinilai tak membuat senang masyarakat Korsel. Sebab sikap Yoon itu cenderung seperti "menyerah pada Jepang."
Menurut Asisten Profesor ilmu politik di North Greenville University, Jong Eun Lee, pemakzulan Yoon tidak mungkin terjadi saat ini.
Sebab upaya itu ditunggangi partai oposisi. Partai oposisi tentu khawatir akan reaksi politik di kalangan masyarakat luas yang akan memandang bahwa hal tersebut merupakan tindakan berlebihan dari oposisi.
"Mereka khawatir bahwa dukungan terhadap pemakzulan dapat menimbulkan reaksi politik di kalangan masyarakat luas, yang mungkin memandang hal tersebut sebagai tindakan yang berlebihan dari partai-partai oposisi," pungkas Jong. []
© Copyright 2024, All Rights Reserved