Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah menandatangani Surat Presiden (Surpres), yang sebelumnya disebut Amanat Presiden (Ampres), mengenai Revisi UU No 21/2001 tentang Pemerintahan Otonomi Khusus Plus Papua. Kerangka baru Otonomi Khusus yang diajukan Pemerintah ini menjadi solusi penyelesaian yang menyeluruh bagi Papua. Tidak hanya pendekatan kesejahteraan yang dikedepankan, namun pendekatan sosial-politik yang bersifat rekonsiliatif juga mendasari revisi ini.
“Surpres tersebut ditandatangi oleh Presiden beberapa jam sebelum bertolak ke luar negeri tanggal 18 September lalu. Surpres ini sebagai kelanjutan dari sidang kabinet terbatas yang membahas revisi UU No. 21/2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua," terang Staf Khusus Presiden bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah, Velix Wanggai kepada pers, Senin (22/09).
Velix menjelaskan, rekonstruksi Otsus Papua ini sebagai wujud komitmen pemerintah mencari kerangka penyelesaian masalah Papua secara mendasar dan menyeluruh. Tawaran Otonomi Khusus Plus atau Otonomi Khusus yang Diperluas ini didasarkan atas pengalaman, pengamatan, dan pemahaman Presiden terhadap dinamika yang terjadi di Tanah Papua maupun perhatian yang dicurahkan komunitas internasional atas agenda Papua.
“Dengan Surpres ini, Presiden mengharapkan ada sisi plus, afirmasi, dan nilai tambah yang diperoleh oleh rakyat Papua maupun pemerintahan Papua dan Papua Barat. Dengan demikian, proses panjang draft Otsus Plus yang dimulai sejak pertemuan Presiden SBY dan Gubernur Papua pada 29 April 2013 lalu telah mencapai puncaknya di level Pemerintah pada 18 September," tutur Velix.
Dari sisi nama UU, Presiden SBY setuju berubah menjadi RUU Pemerintahan Otonomi Khusus bagi Provinsi di Tanah Papua. Kata “Otonomi Khusus” tetap digunakan di dalam RUU ini karena Otonomi Khusus memiliki akar sejarah dan nuansa batin dari dinamika politik yang terjadi pada tahun 1998 hingga tahun 2001.
“Otonomi Khusus dianggap sebagai jalan tengah yang diakui Negara guna menjembatani 2 titik ekstrem, baik pihak yang menuntut otonomi daerah dalam wadah negara kesatuan, maupun pihak yang ingin melepaskan diri dari negara kesatuan," paparnya.
Velix menjelaskan, nama RUU ini juga menggunakan kata “Pemerintaha”. Hal ini sebagai wujud penegasan dari implementasi UUD 1945 yang mengakui dan menghormati satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus dalam wadah NKRI. Demikian pula dengan kata “Otonomi Khusus yang Diperluas” ini diperuntukan kepada provinsi-provinsi yang berada di wilayah Pulau Papua.
“Adanya kesatuan kultural dan geografis ini menjadi ikatan tanpa dibatasi oleh administrasi provinsi-provinsi di Pulau Papua," imbuhnya.
Kini, lanjut Velix, bola beralih ke DPR dan pihak DPR juga menyambut baik atas political will dari Pemerintah untuk desain ulang UU Otsus Papua. Dua hari sebelum Surpres, Sidang Paripurna DPR telah menyetujui RUU Pemerintahan Otonomi Khusus bagi Provinsi di Tanah Papua sebagai Prolegnas Prioritas 2014.
“Hari-hari ke depan, Mendagri, Menteri Keuangan, dan Menkumham akan memulai membahas dengan pihak DPR hingga 30 September 2014," tandas Velix.
© Copyright 2024, All Rights Reserved