Kebijakan rotasi dan mutasi yang dilakukan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menimbulkan gejolak di internal. Wadah Pegawai (WP) KPK meminta pimpinan menghentikan rotasi pejabat struktural yang dinilai tidak transparan dan akuntabel.
“Kami sampaikan sikap agar pimpinan menghentikan proses mutasi atau rotasi struktural sebelum adanya proses yang transparan dan akuntabel yang diukur dengan adanya aturan main, kriteria dan tahapan yang jelas. Ini merupakan upaya bersama untuk dapat memastikan bahwa KPK dijalankan dengan berpatokan pada sistem bukan kepentingan sesaat," terang Ketua WP KPK Yudi Purnomo Harahap di Jakarta, Rabu (15/08).
Informasi yang dihimpun, ada setidaknya 6 direktur yang terkena rotasi yaitu Direktur Pendidikan dan Layanan Masyarakat (Dikyanmas), Direktur Gratifiksi, Direktur Laporan Harta Kekayaan (LHKPN), Direktur Pengaduan Masyarakat (Dumas) dan dua direktur lainnya.
Posisi lain yang dirotasi adalah kepala biro hingga kepala bagian termasuk Kepala Bagian Pelayanan Informasi dan Komunikasi Publik yang totalnya ada sekitar 15 direktur, kepala biro dan kepala bagian. Rotasi itu diduga tidak sesuai dengan prosedur yang semestinya, sebab tak melibatkan Biro Hukum dan Sumber Daya Manusia (SDM) KPK.
“Proses yang diduga tidak transparan, penentuan posisi rotasi yang tidak diketahui persis dasar kompetensinya dan dugaan pelanggaran prinsip-prinsip dasar KPK membuat kami di Wadah Pegawai KPK perlu menyampaikan hal ini pada Pimpinan KPK dan juga pada publik sebagai pemilik KPK yang sesungguhnya," tambah Yudi.
Yudi mengakui bahwa rotasi dan mutasi merupakan hal lumrah dalam proses berorganisasi namun yang menjadi persoalan ketika proses mutasi dan rotasi dilakukan tanpa adanya kriteria, transparansi dan tata cara yang jelas sehingga berpotensi merusak indepedensi KPK.
“Hal tersebut berangkat dari kondisi bahwa KPK berjalan bukan karena sikap suka atau tidak suka, tetapi didasarkan pada sistem yang dibangun secara kuat yang memastikan organisasi dijalankan secara transparan dan akuntabel yang tercantum menjadi dua asas KPK sesuai Pasal 5 UU KPK," jelas Yudi.
Sistem itulah yang memastikan peran masing-masing elemen dapat saling mengawasi sehingga mencegah potensi korup yang bisa terjadi ketika adanya kekuasan tanpa pengawasan dari elemen KPK itu sendiri.
Tanpa adanya hal tersebut maka rotasi dan mutasi berpotensi dapat menjadi sarana untuk menyingkirkan orang-orang yang berupaya untuk tetap kritis dalam menjalankan roda organisasi.
"Itulah yang mendasari pemikiran bahwa persoalan rotasi dan mutasi bukanlah soal yang sederhana melainkan untuk menuju tujuan yang lebih besar seperti mencegah adanya konflik kepentingan," tambah Yudi.
Yudi menjelaskan bahwa WP KPK sudah menemui pimpinan pekan lalu untuk membicarakan rotasi/mutasi tersebut.
"Persoalannya, pasca diadakan hearing dengan pimpinan terkait hal ini, rotasi dan mutasi hanya diundur pelaksanaannya tanpa adanya proses assessment dan uji kompetensi dari aspek manajemen serta keahlian pada bidang tertentu sebagaimana praktik yang selama 15 tahun ini di laksanakan dalam mengelola SDM KPK," ungkap Yudi.
Pelantikan yang sedianya dilakukan pada 14 Agutus 2018 itu ditunda menjadai 24 Agustus 2018. “Tanpa adanya proses yang benar maka akan berpotensi menyebabkan kemunduran dari pengelolaan manajemen SDM KPK. Hal tersebut menyebabkan faktor-faktor yang tidak objektif berpotensi muncul dalam proses mutasi dan rotasi, seperti kesepakatan setengah kamar yang hampir bisa dipastikan akan melahirkan tatanan yang dapat menjinakkan kekritisan dan profesionalitas serta objektifitas yang menjadi roh pegawai KPK selama ini," tegas Yudi.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang sebelumnya mengatakan bahwa rotasi tersebut merupakan diskresi pimpinan untuk membuat KPK sebagai organisasi tetap berjalan dinamis.
© Copyright 2024, All Rights Reserved