Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan adanya pencatatan belanja barang dan jasa di Pemprov DKI tahun anggaran 2014 yang tanpa disertai bukti pertanggungawaban pelaksanaan kegiatan. Jumlahnya tidak sedikit. Mencapai Rp268.873.358.408 dan terjadi di 15 satuan kerja perangkat daerah (SKPD) pemprov.
Temuan itu tercantum dalam Laporan Hasil Pemeriksaan BPK terhadap laporan keuangan pemprov DKI tahun 2014. Temuan itu sudah coba diklarifikasi BPK ke Pemrov DKI, namun hingga Februari lalu ternyata laporan keuangan Pemprov DKI itu tak kunjung diperbaiki.
“Hasil inventarisasi SPJ yang dilakukan BPK diketahui bahwa sampai dengan Februari 2015 masih terdapat realisasi belanja senilai Rp268.873.358.408 tidak didukung dengan bukti pertanggungjawaban, padahal belanja sudah tercatat," bunyi laporan itu.
Berdasarkan data dari sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah, belanja DKI pada 2014 senilai Rp37.799.664.298.459. Angka tersebut terdiri dari belanja daerah melalui mekanisme pembebanan langsung senilai Rp28.454.981.909.384.
Sisanya merupakan belanja daerah dengan menggunakan mekanisme uang persediaan senilai Rp9.344.682.389.075.
Laporan Hasil Pemeriksaan BPK menemukan bahwa realisasi anggaran belanja Pemprov DKI melalui mekanisme uang persediaan disusun bukan berdasarkan bukti pertanggungjawaban.
Temuan BPK, mekanisme uang persediaan belum diterapkan sehingga pelaksanaan kegiatan dapat mengajukan kembali penambahan UP tanpa harus mempertanggungjawabkan kegiatan sebelumnya.
Ada juga entry realisasi anggaran ke sistem informasi pengelolaan keuangan daerah di 52 SKPD senilai Rp 1.043.517.746.979, bukan berdasarkan dokumen bukti pengeluaran.
BPK juga menemukan realisasi kegiatan yang tidak didukung dengan bukti pertanggungjawaban lengkap di 11 SKPD senilai Rp1.483.074.131. Kemudian terdapat bukti pertanggungjawaban tidak menggambarkan kondisi senyatanya senilai Rp1.259.928.995.
Ditemukan juga bukti pertanggungjawaban tidak dapat diyakini kebenarannya senilai Rp6.194.766.326. Serta bukti pertanggungjawaban laporan kegiatan yang tidak didukung administrasi lengkap senilai Rp9.743.006.745.
"Permasalahan itu mengakibatkan pencatatan realisasi belanja barang dan jasa melalui mekanisme UP TA 2014 tidak didukung bukti senilai Rp268.873.358.408, tidak dapat diyakini kewajarannya," bunyi LHP BPK tersebut.
© Copyright 2024, All Rights Reserved