Komisi Pemberantasan Korupsi mensinyalir adanya kebocoran sistem pendapatan atau pemasukan di sektor pertambangan. Akibatnya negara kehilangan pendapatan yang tidak sedikit. Ditengarai, sekitar Rp5.000 triliun pendapatan negara dari pajak dan royalti pertambangan, menguap tak jelas.
Kepada pers, di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Kamis (03/10), Ketua Tim Supervisi Pencegahan Korupsi KPK Muhammad Rofie Haryanto mengungkapkan, seandainya sistem penerimaan negara dari pajak dan royalti pertambangan tidak bocor, maka penerimaan negara bisa mencapai Rp6.000 triliun dari sektor tersebut. “Namun kenyataannya kita hanya bisa menerima sekitar Rp1000 triliun saja, berarti diduga terjadi kebocoran terhadap potensi penerimaan negara hingga Rp5 ribu triliun," katanya.
Lebih jauh Rofie mengatakan, KPK saat ini sedang berkonsentrasi mengevaluasi terhadap penerimaan negara dari sektor migas dan pertambangan, mulai dari proses pemberian izin hingga akhir pengiriman, dan potensi penerimaan negara.
Dikatakannya, penerimaan negara, merupakan salah satu ladang yang memiliki potensi cukup besar untuk tindakan korupsi oleh pihak-pihak terkait, selain sektor pelayanan publik dan penganggaran. “Saya sepakat, potensi korupsi pada sektor penerimaan juga jauh lebih besar dibanding dengan sektor pelayanan publik dan penganggaran sebagaimana yang terjadi selama ini," ujar dia.
Dari sektor penerimaan, tambah Rofie, KPK berhasil mencegah potensi kebocoran uang negara hingga Rp152,4 triliun yang merupakan angka dari hasil aset migas yang ada di luar negeri.
Menurut dia, untuk mencegah kebocoran tersebut, KPK bekerja sama dengan BP Migas, dengan melakukan penandatangan fakta integritas. "Hasilnya dengan penangkapan terhadap Kepala SKK Migas, menjadi kado lebaran bagi masyarakat Indonesia," katanya.
Rofie menegaskan, KPK akan menindaklanjuti temuan dugaan praktik dan potensi korupsi sektor tambang di berbagai daerah. Jika ada temuan, seluruh data akan dibawa ke Jakarta untuk dilakukan pemeriksaaan lebih lanjut dan akan di seminarkan secara nasional.
Selanjutnya, bila dari pemeriksaan perlu dilakukan peningkatan menjadi penindakan, maka akan segera dilaksanakan. Tapi, tidak menutup kemungkinan juga kasus tersebut hanya perlu penambahan regulasi.
Rofie menambahkan, berdasarkan hasil audit tambang batu bara di Kalimantan pada 2011, dari 247 perusahaan tambang di Kalimantan Selatan (Kalsel) dan Kalimantan Timur (Kaltim) yang diaudit, ada 64 perusahaan tidak memiliki rencana reklamasi.
Kemudian, ada 73 perusahaan yang tidak menyetor dana jaminan reklamasi, sehingga negara dirugikan Rp290 miliar. Rofie menyebut, kepatuhan perusahaan tambang dalam melaksanakan kewajiban reklamasi sangat rendah, karena dari 100.880 hektare (ha) areal tambang, baru 4.730 ha yang direklamasi.
© Copyright 2024, All Rights Reserved