Dunia jurnalisme yang dinamis berhubungan erat dengan semakin maraknya media massa. Apalagi saat ini syarat dan biaya untuk memiliki perusahaan media semakin mudah.
Tahun 2019, Dewan Pers mencatat jumlah media yang terdaftar di Dewan Pers telah mencapai lebih dari 47.000 media se-Indonesia. Paling banyak adalah media online.
Sayangnya, bertumbuhnya media tak berbanding lurus dengan mudahnya mendapatkan iklan, yang selama ini menjadi penopang terbesar untuk keberlangsungan media. Media besar di Jakarta banyak yang mulai megap-megap dan akhirnya melakukan PHK karyawan, termasuk jurnalisnya.
Media massa hari ini juga harus berhadapan dengan media sosial yang kian marak. Bukan hanya soal kecepatan informasi, banyak pengiklan juga memilih beriklan langsung ke content creator dan influencer karena jumlah pengikut mereka yang bisa mencapai jutaan.
Jika media massa di Jakarta mulai megap-megap maka bagaimana nasib media di daerah? Samakah persoalan yang mereka hadapi dengan persoalan media massa besar di Jakarta? Atau daerah selalu punya cara untuk bertahan dari gempuran dan maraknya media online?
Kali ini Endah Lismartini dari politikindonesia.id mewawancarai Sunarti Sain, pegiat dan aktivis Aliansi Jurnalis Independen (AJI) yang juga Pemimpin Redaksi Harian Radar Selatan, Bulukumba, Sulawesi Selatan.
Sebagai pemimpin redaksi yang mengawal media massa di daerah, bagaimana Anda melihat perkembangan media massa di daerah?
Perkembangan media massa saat ini sangat jauh berubah. Termasuk juga di daerah. Perkembangan teknologi digital yang sangat pesat diikuti dengan tumbuhnya media-media lokal baru yang berbasis online. Di Kabupaten Bulukumba Provinsi Sulawesi Selatan misalnya, saat ini ada 40-an media online yang lahir sampai saat ini. Sebagian bisa bertahan dan sebagian lagi sudah tidak aktif.
Meski begitu, menariknya media massa (cetak) yang lebih dulu ada masih survive karena melakukan berbagai adaptasi dan inovasi. Termasuk melakukan konvergensi dan bertransformasi ke digital.
Apa kendala yang dihadapi media di daerah hari ini? apakah permasalahan yang di daerah sama dengan permasalahan di kota besar?
Persoalan yang mendasar dari media daerah saat ini adalah bagaimana kita bisa menjaga keberlangsungan media dan meningkatkan profesionalisme. Selain itu kami masih melihat minimnya pengetahuan mengenai teknologi dan perkembangan teknologi terbaru. Lalu tentang kesejahteraan jurnalis yang masih rendah, termasuk juga masih rendahnya jaminan kesehatan dan keselamatan jurnalis.
Bagaimana media daerah berhadapan dengan media mainstream? Strategi apa yang bisa dikembangkan untuk berbeda dengan media mainstream?
Media daerah sebenarnya tetap bisa hidup dengan semangat lokalitas. Ada banyak strategi yang bisa dimanfaatkan dan dikembangkan media daerah. Salah satunya menjaga pembaca dan komunitasnya melalui berbagai aktivitas.
Semakin dekat media dengan pembacanya baik melalui produk jurnalistik yang dihasilkan maupun melalui kegiatan-kegiatan offline yang dilakukan maka semakin bisa media tersebut bertahan dan diterima publik.
Apa saja tekanan yang dihadapi?
Tekanan yang dihadapi umumnya media daerah adalah intervensi pemilik modal dan pengiklan.
Media massa besar banyak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawannya dengan alasan ekonomi dan efisiensi. Apakah isu ekonomi juga menjadi isu di media daerah?
Berbeda dengan media besar yang melakukan PHK, di daerah malah sebaliknya. Media kecil dengan organisasi yang lebih ramping jauh lebih bisa bergerak dan bertahan dalam situasi krisis.
Ada beberapa media yang kemudian tidak bisa bertahan tapi tidak sebanyak media-media besar yang melakukan PHK massal dan merumahkan jurnalisnya.
Pesatnya perkembangan media sosial disebut berpotensi mengancam jurnalisme. Bagaimana menurut Anda?
Perkembangan media sosial bisa menjadi ancaman tapi juga bisa menjadi peluang. Kita tidak bisa melawan derasnya perkembangan media sosial. Yang bisa kita lakukan adalah memanfaatkannya untuk kepentingan jurnalisme yang lebih berkualitas.
Apa harapan Anda untuk masa depan jurnalisme?
Harapan saya untuk masa depan jurnalisme adalah semakin banyak media yang mampu bertahan dan bertumbuh di masa-masa sulit ini dengan terus meningkatkan kapasitas jurnalisnya.
Saya percaya bahwa jurnalisme tidak akan pernah mati. Saatnya kita melakukan berbagai model kolaborasi dan terus melakukan inovasi yang tetap relevan dengan perkembangan zaman. []
© Copyright 2024, All Rights Reserved