Amerika Serikat (AS) melalui kelompok bipartisan, baik dari Partai Republik dan Demokrat telah menyoroti kebijakan European Union Deforestation-Free Regulation (EUDR) yang dianggap tidak adil bagi para petani AS yang akan memasuki pasar Eropa.
Dikutip dari mypalmoilpolicy.com, penundaan implementasi atau perubahan regulasi EUDR juga dinilai menjadi salah satu solusi yang dapat dilakukan untuk saat ini.
Langkah AS itu terinspirasi dengan langkah Indonesia yang lebih dulu merespons kebijakan Uni Eropa (UE) di bidang pertanian tersebut.
EUDR adalan rancangan regulasi yang dibentuk Uni Eropa (UE) dengan sasaran untuk mengenakan kewajiban uji tuntas terhadap sejumlah komoditas perkebunan dan kehutanan.
EUDR dinilai menjadi salah satu tantangan yang dapat merugikan komoditas perkebunan dan kehutanan di Indonesia, salah satunya kelapa sawit.
Juga bisa mengecilkan berbagai upaya dan komitmen Indonesia dalam menyelesaikan permasalahan yang menyangkut isu perubahan iklim hingga perlindungan biodiversity sesuai dengan kesepakatan, perjanjian, dan konvensi multilateral.
Indonesia menjadi negara yang terdepan dalam meerespons kondisi EUDR tersebut. Indonesia menyerukan concern yang serius dan ketidaksetujuan kepada UE atas tindakan diskriminasi terhadap kelapa sawit dengan adanya EUDR tersebut.
Selain itu, Indonesia bersama dengan Malaysia, dan Uni Eropa juga telah sepakat untuk membentuk Gugus Tugas Ad Hoc (Ad Hoc Joint Task Force) on EUDR guna mengatasi berbagai hal terkait dengan pelaksanaan EUDR yang dihadapi Indonesia dan Malaysia.
Gugus tugas tersebut juga dibentuk untuk mengidentifikasi solusi dan penyelesaian yang terbaik terkait implementasi EUDR.
“Implementasi EUDR jelas akan melukai dan merugikan komoditas perkebunan dan kehutanan yang begitu penting buat kami seperti kakao, kopi, karet, produk kayu dan minyak sawit,” kata Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto di hadapan para perwakilan Civil Society Organisations dan Non-Governmental Organisations di Brussel, Belgia, pada akhir Mei tahun 2023 lalu.
Pernyataan keberatan terhadap kebijakan EUDR juga sejalan dengan pandangan Menteri Pertanian UE.
Selain itu, sebanyak 20 dari 27 Menteri juga menyerukan untuk dilakukan penundaan EUDR, pada Pertemuan Dewan Agriculture Fisheries Council
Configuration (AGRIFISH) yang telah diselenggarakan dalam waktu dekat lalu.
“Amerika bipartisan menentang EUDR, jadi EUDR yang diinisiasi oleh Indonesia di kunjungan
bersama antara Menko Perekonomian dan PM Malaysia, itu terus mendapatkan dukungan dari like-minded countries, beberapa waktu lalu baik Republikan maupun Demokrat juga mempertanyakan EUDR. Jadi like-minded countries terinspirasi apa yang dilakukan Indonesia dan Malaysia,” kata Menko Airlangga dalam sesi doorstop di Kantor Kemenko Perekonomian, Rabu (24/4/2024).
Media New York Times dan Financial Times juga menyoroti kebijakan EUDR. Aturan itu dinilai akan memberikan dampak berupa potensi masalah pada
rantai pasokan yang berkelanjutan, harga, dan pilihan konsumen, hingga dampak bagi petani
dan negara pengekspor.
Dengan potensi dampak tersebut, sejumlah produsen pangan dan komoditas mengharapkan adanya pendekatan yang lebih terukur.
Asosiasi pertanian yang terkemuka di Uni Eropa, Copa Cogeca, juga telah menyampaikan saran penundaan implementasi kebijakan EUDR. Sebab tidak memungkinkan untuk dilaksanakan karena waktu penyiapan kerangka kerja yang lebih memadai tidak dapat diselesaikan hingga batas waktu implementasi kebijakan EUDR tersebut.
Selain sorotan dan kritik yang disampaikan Amerika Serikat dan Asosiasi Pertanian Eropa
terhadap kebijakan EUDR tersebut, gelombang kekhawatiran juga diutarakan oleh berbagai
negara-negara. Di antaranya seperti India dan Brazil serta sejumlah negara lainnya yang menyampaikan perhatian yang sangat serius mengenai tuntutan dari implementasi kebijakan EUDR tersebut. []
© Copyright 2024, All Rights Reserved