SEKALIPUN terdapat perdebatan tentang validitas Sirekap KPU, namun membicarakan urgensi wacana hak angket terhadap kebenaran pencapaian suara Pilpres 2024 masih perlu dibicarakan.
Posisi Sirekap Pilpres per 22 Februari 2024 pukul 13:00:15 adalah hasil upload perhitungan dari 614.673 TPS dari jumlah 823.236 TPS, atau perhitungan real count KPU telah mencapai 74,67%.
Posisi perolehan paslon Ganjar Pranowo dan Mahfud MD sebanyak 18,6 juta suara (17,01%). Paslon Anies Rasyid Baswedan dan Muhaimin Iskandar sebanyak 26,34 juta suara (24,08%). Kemudian paslon Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka memperoleh suara sebanyak 64,42 juta (58,91%).
Untuk dapat mengatakan curang, jika paslon Ganjar Pranowo dan Mahfud MD secara parsial dapat membuktikan minimal ada suara sebanyak 45,82 juta yang dicuri (dicurangi) oleh para pendukung secara langsung, atau tidak langsung dari para pendukung paslon Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Demikian juga jika secara parsial paslon Anies Rasyid Baswedan dan Muhaimin Iskandar dapat membuktikan minimal ada suara sebanyak 38,08 juta suara yang juga dicurangi. Akan tetapi tidak ada skenario berganda, karena paslon bukanlah boleh bergabung untuk kondisi menang satu putaran.
Hanya jika Pilpres yang dua putaran dimungkinkan melakukan analisis skenario perhitungkan gabungan. Itu pun jika paslon yang ranking ketiga bergabung ke ranking pertama. Agak sulit jika memprediksi paslon ranking ketiga bergabung dengan ranking kedua, supaya dapat menang terhadap paslon ranking pertama.
Singkat kata mengajukan hak angket sama sekali tidak ada urgensinya, karena untuk posisi rekapitulasi yang mencapai 74,67% relatif amat sangat sulit mengubah perolehan ranking pemenang. Juga sungguh amat sangat sulit untuk membuktikan kebenaran atas dugaan suara curang yang minimal sebanyak 38,08 juta suara, 45,82 juta suara.
Terlebih untuk membuktikan kecurangan terhadap 83,9 juta suara sebagai hak milik suara dari paslon Ganjar Pranowo dan Mahfud MD, atau pun paslon Anies Rasyid Baswedan dan Muhaimin Iskandar.
Jika proposal hak angket mempersoalkan bukan perolehan suara yang diduga curang dalam jutaan suara, melainkan untuk menyelidiki berapa suara yang diduga dicuri oleh paslon Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, melainkan atas pendistribusian bansos, mempengaruhi netralitas kepala desa, dan aparatur sipil negara, keputusan MK, dan seterusnya.
Jumlah penduduk miskin di Indonesia sebanyak 25,90 juta orang pada Maret 2023. Jumlah ASN dan PPPK di Indonesia per 30 Juni 2023 sebanyak 4,28 juta jiwa. Jumlah desa se-Indonesia sebanyak 81.616 desa.
Jika ketiganya dijumlahkan, namun asumsi ini seharusnya untuk ketiga pilihan paslon, namun jika secara sangat ekstrem dianggap beralih semuanya disimulasikan dimaksimumkan pindah pilihan, yakni sebanyak 30,26 juta suara. Akan tetapi angka tersebut sama sekali tidak matching dengan potensi kecurangan sebesar minimal 38,08 juta orang.
Jadi, masih sangat jauh untuk mempersoalkan kebenaran kepindahan pilihan paslon atas tuduhan ketidaknetralan dan keberpihakan pemerintah, sekalipun atas nama kecurangan. Bahkan untuk mencapai perhitungan real count yang sebesar total akhir yang masih kurang sebanyak 208.525 TPS lagi, tentu diperlukan bukti jauh lebih banyak lagi kasus-kasus jumlah pelaporan kecurangan suara.
Jadi, singkat kata urgensi wacana hak angket kebenaran demokrasi Pilpres dengan tuduhan kecurangan akan sulit berhasil membuktikan adanya pelanggaran sebagai anti demokrasi.
*Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), pengajar Universitas Mercu Buana
© Copyright 2024, All Rights Reserved