Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mewacanakan penyesuaian tarif Kereta Rel Listrik (KRL) Commuter Line berdasarkan nomor induk kependudukan (NIK). Rencananya, kebijakan tersebut akan diberlakukan mulai 2025.
Wacana ini memunculkan polemik dan protes karena dianggap diskriminatif dan menjadi beban baru bagi penduduk kelas menengah.
Menurut Kemenhub, kebijakan ini diharapkan bisa membuat anggaran subsidi kewajiban pelayanan publik menjadi lebih tepat sasaran. Merujuk dokumen Buku Nota Keuangan RAPBN Tahun Anggaran 2025, subsidi kewajiban pelayanan publik direncanakan sebesar Rp7,96 triliun.
Analis Kebijakan Transportasi Azas Tigor Nainggolan mengatakan, penerapan pemberian subsidi layanan transportasi publik KRL Commuter Line Jabodetabek berdasarkan NIK jelas bertentangan dengan prinsip misi untuk memindahkan pengguna kendaraan bermotor pribadi menjadi pengguna layanan transportasi publik massal di Jakarta.
Sebab yang menjadi sumber pengguna kendaraan bermotor pribadi adalah orang mampu yang bisa membeli atau pemilik mobil pribadi atau sepeda motor yang terekam dalam data di NIK mereka.
"Padahal sebagai pengguna layanan transportasi publik mereka berhak mendapatkan subsidi sebagai insentif," kata Tigor, dikutip Selasa (3/9/2024).
Tigor menegaskan bahwa mereka berhak mendapatkan insentif atau subsidi karena sudah menggunakan layanan transportasi publik dan mengurangi kemacetan dengan meninggalkan kendaraan bermotor pribadinya di rumah.
"Jadi sebaiknya pemerintah tidak menerapkan pemberian subsidi berdasarkan NIK kepada pengguna layanan transportasi publik massal KRL Jabodetabek," kata Tigor.
Hal ini, kata Tigor, penting diterapkan agar menurunnya pengguna kendaraan bermotor pribadi dan bertambah meningkatkannya pengguna layanan transportasi publik massal di Jakarta.
"Hasilnya adalah kita bisa mengurai dan memecahkan kemacetan Kota Jakarta," kata Tigor. []
© Copyright 2024, All Rights Reserved