KALIMANTAN Selatan adalah tempat ditulisnya kitab-kitab pengajaran Islam dalam bahasa Melayu. Ini tidak terlepas dari peranan pemerintahan Islam di masa itu, yakni Kesultanan Banjar.
Salah satu kitab yang terkenal dan banyak dipelajari adalah kitab Sabilal Muhtadin karya Syaikh Muhammad Arsyad Al-Banjari, yang juga diabadikan sebagai nama masjid di Banjarmasin. Kala itu Sultan memerintahkan agar para ulama yang mendalami studi ilmu-ilmu Islam di Mekkah, agar menulis kitab-kitab di dalam bahasa Melayu agar dapat dipelajari oleh segenap rakyat Kesultanan Banjar secara langsung dan mudah dipahami.
Karena bahasa Melayu merupakan lingua-franca bangsa Muslim di Nusantara, maka kitab-kitab yang ditulis, dapat menjadi pegangan dan dapat dijadikan pedoman kaum Muslimin di Nusantara. Ini terbukti dengan di-transliterasinya kitab Sabilal Muhtadin dari huruf Jawi menjadi huruf latin dan diterbitkan oleh PT. Bina Ilmu Surabaya, 2008.
Ada pun Kitab Risalah Zaadul Muttaqiin adalah kitab berbahasa Melayu yang ditulis dengan menggunakan huruf Jawi, yakni huruf Arab berbahasa Melayu. Kitab ini disusun oleh ulama dari Nusantara, tepatnya Martapura di Kalimantan Selatan, yakni Al-Ustadz Haji Munawir bin Ahmad Ghazali.
Kitab ini memuat pengajaran Akidah yang membahas tentang keimanan, fikih yang membahas tentang Syariat, dan Tasawuf. Pengajaran Akidah yang digunakan adalah pengajaran Imam Asy-Ari. Adapun pengajaran fiqih adalah dari Imam Syafi’i. Pengajaran Tasawuf dari Imam Al-Ghazali. Di Nusantara, kitab yang memuat pengajaran Islam lengkap Akidah, Fiqih dan Tasawuf di dalam satu kitab dalam bentuk ringkas adalah kitab Risalah Zaadul Muttaqiin. Lebih jauh lagi, kitab ini ditulis langsung menggunakan bahasa Melayu.
Kitab serupa juga ada ditulis di dalam bahasa Arab dalam bentuk Syair yakni kitab Al-Mursyidul Mu’in. Pembahasannya sama lengkap menyeluruh dan ringkas yakni Akidah, Fiqih dan Tasawuf. Perbedaannya, pada fiqih, yang digunakan adalah fiqih madzhab Maliki. Sedangkan pada Tasawuf, adalah pengajaran dasar ilmu Tasawuf. Kitab Risalah, tetap ditulis di dalam huruf Jawi dan diterbitkan secara terbatas. Akan tetapi, susunan yang ringkas dan menyeluruh, telah menjadi suatu keunikan tersendiri, yang dapat juga digunakan untuk belajar membaca huruf Jawi.
Pembacaan kitab langsung menggunakan huruf Jawi memiliki banyak keutamaan. Bahasa Melayu, yang menjadi cikal-bakal bahasa Indonesia, menurut suatu riwayat, empat puluh persennya berasal dari kosakata bahasa Arab. Huruf Jawi juga masih digunakan hingga saat ini sebagai tulisan nama-nama Jalan di provinsi Kepulauan Riau, hingga negara Brunei Darussalam. Kemampuan membaca huruf Jawi, pada akhirnya juga dapat membuka khazanah keilmuan lain yang ditulis dalam bahasa Melayu beraksara Jawi, yang pada saat kitab-kitab itu ditulis adalah resmi dan sampai sekarang masih.
Bagian awal kitab diawali dengan pentingnya mempelajari ilmu-ilmu agama. Dikatakan bahwa ‘Barangsiapa yang Allah kehendaki orang itu mendapat satu kebaikan, maka Allah pahamkan orang itu di dalam ‘Deen’. Kata ‘Deen’ lebih dipilih digunakan kata kata religi memiliki konotasi yahudi-nasrani. Demikian menurut Syaikh Ali Laraki Al-Husaini di dalam komentarnya untuk Kitab Risalah Kitab Al-Mursyidul Mu’in.
Bagian berikutnya menerangkan silsilah pengarang kitab. Kemudian menerangkan pembagian ilmu-ilmu agama yang meliputi Akidah, Fiqih, dan Tasawuf yang merupakan ‘fardhu ‘ain’ di dalam ‘deen’. Dikatakan bahwa dicegah seseorang dari mempelajari ilmu-ilmu yang fardhu kifayah, sebelum mempelajari ilmu-ilmu fardhu ‘ain yang tiga perkara itu.
Selanjutnya adalah bab akidah yang menerangkan pengajaran akidah dari Imam Asy’ari. Dilanjutkan dengan pelajaran fiqih dari Imam Syafi'i dan pengajaran dasar-dasar Tasawuf dari Imam Ghazali. Semua ditulis di dalam bahasa Melayu beraksara Jawi.
Pada bab fikih, di bagian awal tentang pembagian najis, disebutkan ada najis berat, najis pertengahan dan juga najis ringan, berikut cara mensucikannya. Dari pembahasan tentang najis ringan, ditemukan suatu hal yang sangat luar biasa sebagai berikut:
“Najis yang ringan yaitu najis air kencing kanak-kanak kecil laki-laki yang belum sampai umurnya dua tahun dan belum makan apa-apa selain daripada susu ibunya”.
Penjabarannya adalah sebagai berikut: Seorang bayi laki-laki yang belum sampai umur dua tahun dan belum makan apa-apa selain daripada susu ibunya, adalah suatu kelaziman dikarenakan perihal najis adalah suatu perkara yang terjadi sehari-hari seperti halnya kita kencing atau buang air besar. Artinya, seorang bayi disusui oleh ibunya, secara eksklusif selama dua tahun hijriah, tanpa ada makanan lainnya, adalah suatu kelaziman dan merupakan suatu petunjuk pengasuhan yang dapat kita lakukan dan terapkan pada anak kita.
Al-Qur’an dan As-Sunnah adalah sumber hukum Islam. Sunnah memperkuat dan menjelaskan Al-Qur’an. Adapun kitab-kitab yang ditulis oleh para ulama, adalah ibarat bahan matang yang dapat langsung dimakan. Oleh karena itu, kedudukan kitab-kitab fikih adalah sangat penting. Risalah Zaadul Muttaqiin merupakan mutiara dan intan permata yang sesungguhnya dari Martapura, untuk Nusantara dan para penutur bahasa Melayu di mana pun mereka berada, untuk mempelajari ilmu-ilmu ‘Deen’, mulai dari dasarnya.
Dalam bidang apa saja, mempelajari dasar adalah hal yang sangat penting. Dalam kitab Ta’lim Muta’alim yang ditulis oleh Syaikh Az-Zarnuji, disebutkan bahwa di dalam mencari ilmu, penting bagi para pelajar untuk mengedepankan pembelajaran hal-hal yang mendasar seperti dalam ilmu fikih, mempelajari jenis-jenis air, jenis-jenis najis, tata cara wudu, shalat, dst.
Dalam ilmu modern juga demikian, buku-buku teks, memuat penjelasan-penjelasan mendasar yang dimulai dari pertanyaan ‘apa itu’. Metode ilmiah ini, tidak akan pernah berubah dan akan senantiasa sama di mana pun juga. Tidak ada bangunan besar kokoh, tanpa ada fondasi kuat di bawahnya.
Suatu perjumpaan saya dengan seorang mahasiswa dari Jepang jurusan teknik mesin, juga mengkonfirmasi mengenai hal ini. Dia mengatakan bahwa di universitasnya, hal-hal yang sehari-hari dipelajari adalah mengamati bagaimana gerakan mesin dasar berputar seperti merubah rasio gigi dan lain sebagainya. Ia berkata, bahwa mahasiswa hanya disuruh mengamati dan mencari tahu, apa yang aneh dari kerja mesin itu. Selalu seperti itu dan seterusnya.
Kembali kepada pembelajaran ilmu-ilmu Islam, pembacaan secara bersama-sama di dalam suatu kelompok yang terdiri dari setidaknya tiga orang, dapat menjadi titik tolak untuk memulai pembelajaran ilmu-ilmu Islam secara menyeluruh.
*Penulis adalah Penggiat Literasi dari Republikein StudieClub
© Copyright 2024, All Rights Reserved