Gelombang massa yang mengantarkan Presiden Joko Widodo menuju Istana Negara, kemarin, adalah cermin dari harapan yang besar untuk benar-benar mewujudkan Trisakti sebagai landasan menuju masyarakat Indonesia yang adil makmur, lahir batin.
Trisakti, tidak akan bisa dilaksanakan di atas filosofi, landasan, hukum-hukum dan instrumen ekonomi dan politik liberal yang menjadi pilar kapitalisme-imperialisme seperti sekarang ini. Karena Trisakti justru ditujukan untuk menegasikan imperialisme itu sendiri.
Berdaulat dalam mengatur rumah tangga sendiri, memberdayakan kekuatan produksi di dalam negeri secara mandiri, dan bergotong royong mewujudkan kedaulatan politik dan kemandirian ekonomi.
Langkah mendesak setelah pemerintahan terbentuk adalah perubahan konstitusi, dengan landasan prinsip UUD Proklamasi 1945. Setelah itu, semua produk UU yang bertentangan dengan Trisakti harus dicabut.
Kembali kepada jiwa Proklamasi, kembali kepada sari intinya yang sejati, yaitu jiwa merdeka, jiwa ikhlas, jiwa persatuan dan jiwa pembangunan (BK, 1952).
Dengan persetujuan DPR akan semakin kuat, lebih penting lagi rakyat harus terlibat aktif dalam mengamankan tahapan pelaksanaan Trisakti itu.
Bakat persatuan, bakat gotong-royong memang telah bersulur akar dalam jiwa bangsa Indonesia, ketambahan lagi daya penyatu yang datang dari azas Pancasila (BK,1953).
Jika tidak ada perubahan Konstitusi dan pencabutan semua produk UU yang liberal tersebut, Trisakti mustahil bisa diwujudkan.
Akhirnya kita semua akan tahu, siapa pemimpin sejati dan siapa pemimpin agen asing. Siapa pemimpin pengabdi rakyat dan siapa pemimpin gadungan.
Jangan setengah-setengah. Jangan ragu-ragu. Jangan mandek setengah jalan. Kita adalah satu “fighting nation” yang tidak mengenal “journeys end” (BK, 1956).
Kita belum hidup di dalam sinar bulan purnama, kita masih hidup di masa pancaroba, tetaplah bersemangat elang-rajawali! (BK, 1949). Salam Gotong Royong.
*Agus Jabo Priyono, Ketua Umum PRD
© Copyright 2024, All Rights Reserved