Militer Filipina menegaskan tidak memerlukan bantuan militer Indonesia dalam menyelamatkan 10 awak kapal berkewarganegaraan Indonesia yang disandera kelompok militan Abu Sayyaf.
“Berdasarkan aturan konstitusi, kami tidak boleh mengizinkan adanya pasukan militer (asing) ke sini tanpa adanya perjanjian," ujar juru bicara Angkatan Bersenjata Filipina (AFP) Kolonel Restituto Padilla, seperti dikutip Inquirer, Rabu (30/03).
Padilla mengakui pembicaraan serta koordinasi tingkat tinggi antara pemerintah Filipina dan Indonesia tentang metode serta strategi pembebasan sandera masih berlangsung.
Sejauh ini, pihaknya berupaya meyakinkan TNI bahwa AFP mampu menyelamatkan para WNI yang disekap Abu Sayyaf tersebut, dan kemungkinan di sebuah pulau kosong dekat Kepulauan Sulu.
Sebelumnya, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menyatakan, TNI siap membantu pembebasan 10 WNI yang ditahan Abu Sayyaf, jika Filipina memintanya.
“Jika kami tidak boleh masuk kami tidak bisa memaksa. Jika Manila bisa menyelesaikannya sendiri, maka kami akan menunggu. Tapi jika mereka membutuhkan bantuan, maka kami akan bantu," ujar Menhan.
Seperti diketahui, kelompok Abu Sayyaf memberikan ultimatum pembayaran tebusan bagi 10 WNI yang disandera. Tebusan mesti dibayarkan paling telat pada 8 April 2016. Para penyandera meminta tebusan 50 juta peso, atau sekitar Rp14,3 miliar. Apabila tidak dipenuhi maka sandera akan dibunuh.
10 WNI ini adalah awak kapal tug boat Brahma 12 yang menarik kapal tongkang Anand 12 yang berisi 7.000 ton batubara. Tugboat dilepaskan tetapi kapal Anand 12 dan 10 WNI disandera.
© Copyright 2024, All Rights Reserved