Revisi kedua Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) batal disahkan dalam rapat paripurna terakhir masa sidang ke-4, Jumat (28/04) besok. Hal ini karena masih ada 2 poin revisi yang belum mendapat kata sepakat pemerintah dan DPR. Yakni, soal syarat dukungan calon independen dan ambang batas partai politik.
Anggota Komisi II DPR Yandri Susanto menuturkan, sedianya, rencana revisi UU Pilkada ini diselesaikan akhir April dan disahkan menjadi undang-undang sebelum penutupan masa sidang keempat DPR ini. “Pemerintah dan Komisi II sepakat untuk tidak mengesahkan dalam masa sidang ini," ujar Yandri kepada pers di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (28/04).
DPR akan memulai masa sidang kelima pada 17 Mei. Ia menyebut, pembahasan RUU Pillkada diharapkan dapat selesai di masa sidang mendatang.
Politisi PAN ini mengatakan, alotnya pembahasan terkait syarat dukungan calon independen dan ambang batas partai politik terjadi karena pecahnya suara di DPR. Sejumlah fraksi menginginkan tetap seperti yang diatur Pasal 40 draf revisi UU Pilkada mengatur, parpol dapat mengusung paslon jika memenuhi 20 persen kursi DPRD atau 25 persen akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum DPRD.
Sementara itu, sejumlah fraksi lainnya menginginkan syarat diturunkan menjadi 15 persen kursi DPRD atau 20 persen akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum DPRD. “Kemarin disepakati syarat parpol menjadi negosiasi parpol. Pemerintah melepas itu," kata dia.
Soal lain adalah terkait calon perseorangan dalam Pasal 41 draf UU ini. Pasal ini menyatakan, calon independen dapat mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) jika mengantongi dukungan 6,5-10 persen DPT.
Yandri mengatakan, adanya opsi pukul rata calon independen harus mengantongi dukungan 10 persen DPT. Padahal, ring 6,5-10 persen DPT diatur berdasarkan jumlah penduduk di daerah.
Menurutnya, verifikasi KTP dukungan harus dilakukan. Hal itu agar dapat memastikan seseorang mendukung calon independen dengan kesadarannya.
Pasal alot lainnya adalah Pasal 7 huruf S, tentang anggota dewan harus mengundurkan diri sejak ditetapkan menjadi calon kepala daerah.
Pemerintah mengatur hal ini menyusul putusan Mahkamah Konstitusi beberapa waktu lalu. MK memutuskan, anggota dewan wajib mengundurkan diri sejak ditetapkan sebagai pasangan calon kepala daerah.
Permasalahan ini, ujar Yandri, mulai menemukan titik terang. DPR dan pemerintah berencana untuk membuat norma baru. “Kami setuju agar hanya mengundurkan diri dari pimpinan alat kelengkapan dewan. Jabatannya sebagai anggota dewan cuma perlu cuti," tuturnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved