Insiden penyerangan umat yang beribadah di Tolikara adalah bukti negara gagal hadir dalam momen penting kehidupan rakyat. Struktur negara yang seharusnya berfungsi memberikan perlindungan maksimal bagi seluruh warganya ternyata tidak menunjukkan perannya dalam insiden tersebut.
Juru Bicara Serikat Pengacara Rakyat, Habiburokhman berpendapat, ada 4 kekeliruan pemerintah sebagai penyelenggara negara terkait kasus Tolikara.
Pertama, pemerintah telah keliru dalam melakukan tindakan antisipasi sebelum terjadinya insiden. Jika mengacu pada kronologis yang beredar di media massa, seharusnya peristiwa tersebut tidak perlu terjadi jika pemerintah bertindak responsif terhadap gejala awal terjadinya penyerangan.
"Seharusnya momen Idul Fitri sebagaimana momen hari-hari besar lainnya mendapat perhatian khusus dalam konteks pengamanan.
"Sikap responsif pemerintah bisa dilakukan dengan memediasi pertemuan antara pimpinan umat beragama dan mengkoordinasikan pengamanan bersama yang memadai di lokasi pelaksanaan ibadah," ujar dia.
Kedua, pemerintah telah keliru dalam melakukan respon cepat pasca terjadinya penyerangan tersebut. Hampir 24 jam setelah kejadian tidak terdengar ada pertemuan koordinasi antar pimpinan institusi terkait untuk merepon peritiwa tersebut.
Selain itu, juga tak ada penjelasan resmi yang jelas dan detail dari pejabat selevel menteri kepada masyarakat . Ada kesan masing-masing instansi terkait berjalan sendiri-sendiri. "Kemungkinan kurang maksimalnya respon cepat ini karena posisi Presiden yang saat itu tidak sedang berada di Ibukota sehingga sulit melakukan koordinasi," ujar Habib.
Ketiga, pemerintah telah gagal melakukan koordinasi internal yang baik untuk menyelesaikan kasus tersebut. Beberapa saat setelah kejadian Menteri Dalam Negeri Tjahyo Kumolo tidak segan mengumbar pernyataan yang cenderung “menyerang” institusi BIN di media massa.
Sikap Mendagri itu menunjukkan bahwa tidak ada koordinasi yang baik di internal elit pemerintah dalam mengusut kasus tersebut. Seharusnya segala kritikan terhadap sesama institusi pemerintah disampaikan dan diselesaikan secara internal dan tidak perlu diumbar ke publik.
Keempat, pemerintah menggunakan pendekatan yang salah dalam penyelesaian kasus tersebut. Pernyataan Presiden Jokowi yang secara garis besar menyatakan kasus tersebut telah diusut Polri, mengindikasikan bahwa Pemerintah hanya melakukan pendekatan hukum-ansich. Selain itu pemerintah terkesan memandang kasus Karubaga sebagai insiden kecil yang bersifat lokal.
"Anggapan bahwa kasus karubaga hanya kasus lokal dan cukup diselesaikan secara hukum adalah anggapan yang sangat keliru," ujar dia.
Belajar dari pengalaman masa lalu, tambah Habib, sekecil apapun konflik bernuansa SARA akan sangat sulit diselesaikan dengan cepat. Selalu ada efek domino yang timbul di daerah lain akibat satu insiden SARA di satu daerah.
"Karena itu penegakan hukum saja tidak akan bisa menyelesaikan kasus SARA . Penegakan hukum dengan memproses pidana pihak-pihak yang bertanggung-jawab dalam insiden tersebut memang penting, namun yang lebih penting adalah memperbaiki hubungan sosial antar umat beragama yang sempat rusak akibat insiden tersebut."
Presiden Jokowi tidak bisa hanya menugaskan Polri menyelesaikan kasus itu, justru dia harus mengambil alih komando penyelesaian Insiden Tolikara ini dengan melibatkan seluruh elemen terkait.
© Copyright 2024, All Rights Reserved