Rancangan Undang-undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) tak juga segera disahkan. Bahkan di Rapat Paripurna terakhir, RUU PPRT ini diputuskan menjadi prioritas untuk dibahas pada periode 2024-2029. Artinya, beleid itu akan berstatus carry over.
Padahal sejak beberapa hari lalu, Koalisi Masyarakat Sipil yang mendukung pengesahan RUU PPRT ini sudah melakukan demonstrasi setiap hari di depan Gedung DPR/MPR RI. Aksi tersebut dilakukan selama 1 jam setiap hari agar RUU PPRT segera disahkan.
Koordinator Harian Aksi Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pengesahan RUU PPRT menjadi UU, Jumisih, mengatakan, 316 organisasi masyarakat sipil sudah bergabung dalam aksi tersebut.
Menurut Jumisih, jika RUU PPRT menjadi UU, dampaknya bukan hanya ada perlindungan bagi 23 juta pekerja rumah tangga di dalam negeri dan 10 juta di luar negeri, tapi juga bisa menaikkan posisi tawar Indonesia sebagai negara hukum di mata dunia internasional.
Sayangnya, harapan itu kembali kandas di tangan anggota dewan.
Endah Lismartini dari politikindonesia,id mewawancarai Jumisih di sela-sela aksi demonstrasi di Gedung DPR RI, Kamis (19/9/2024).
Berikut petikan wawancaranya:
Apa yang ingin disampaikan kepada anggota dewan hingga melakukan aksi setiap hari di depan Gedung DPR/MPR ini?
Kami berharap RUU PPRT ini segera disahkan oleh anggota dewan. Kami juga mengharap kebaikan hati para pimpinan dan seluruh anggota dewan untuk mengesahkan RUU ini menjadi UU. Ini kami melakukan aksi dengan mengusung benda-benda simbolik.
Rantai ini menggambarkan situasi penindasan dan perbudakan yang dialami oleh teman-teman pekerja rumah tangga. Jadi rantai ini menunjukkan bahwa PRT selama ini dalam menjalankan aktivitas kerjanya itu tidak bebas dari situasi perbudakan, terjerat, tidak merdeka, sehingga banyak hal yang dialami oleh pekerka rumah tangga, sehingga mengalami kekerasan, diskriminasi, intimidasi dan lain sebagainya.
Apa harapan Anda dengan melakukan aksi setiap hari ini?
Apa yang dilakukan Koalisi Masyarakat Sipil dan teman-teman PRT berhari-hari ini adalah satu hal yang mendesakkan. Kami berharap aksi ini bisa memberi tahu publik, ada hal mendesak yang dialami PRT sehingga kami bisa mendapatkan perlindungan secara hukum dari negara kita. Kami akan membacakan surat khusus pada Pimpinan Anggota DPR, yang isinya pada intinya adalah ingin menyampaikan bahwa, jika RUU PPRT ini disahkan, maka hak-hak dasar PPRT itu bisa tercover dalam UU PPRT.
Sebenarnya apa hak-hak dasar yang dimaksud teman-teman PRT?
Hak-hak dasar itu adalah kebebasan bagi kami untuk bernegosiasi untuk upah yang manusiawi, jam kerja yang manusiawi, usia kerja yang manusiawi, kemudian juga ada pengakhiran terhadap diskriminasi.
Kita juga harus tahu bahwa, jika RUU PPRT itu disahkan menjadi UU di bulan September ini, maka itu juga berpotensi untuk melindungi 23 juta PRT di dalam negeri dan 10 juta PRT migran. Artinya, wibawa kita sebagai bangsa itu juga bisa naik. Posisi tawar kita sebagai bangsa dan negara hukum, itu akan naik di mata dunia internasional.
RUU PPRT ini sudah mandek selama 20 tahun. Apa yang membuat RUU PPRT mandek selama ini?
Saya ingin menyampaikan kepada seluruh pimpinan DPR, kepada Mbak Puan, kepada Pak Dasco, kepada Cak Imin, juga pada Pak Rahmat Gobel, bahwa ini secara draft sudah direvisi sebanyak 65 kali.
Artinya secara draft itu sudah sangat kompromis. Jadi sebenarnya sudah tidak ada alasan lagi dari anggota dewan untuk menunda-nunda lagi pengesahannya.
Urgensinya jelas, dan di dalam draft yang terakhir ini sudah tidak ada hal-hal yang dirasa merugikan salah satu pihak.
Intinya, poin-poin di dalam RUU PPRT itu menunjukkan bahwa semuanya adalah untuk kebaikan bangsa. Jadi sudah tidak ada masalah lagi dari sisi ekonomi, politik, hukum, filosofi, kesejahteraan, itu semua sudah diulas dalam naskah akademik.
Apakah di negara lain juga ada yang membuat UU Perlindungan PRT?
Ada. Di Filipina itu ada UU Perlindungan Domestic Workers. Artinya ada pengakuan dari negara bahwa PRT itu adalah pekerja. Dan teman-teman domestic workers di Filipina, dengan adanya UU itu, bisa membantu untuk men-support perlindungan hukumnya. Jadi jika ada kasus, ada acuan perlindungan hukumnya, ya UU i itu. Jadi UU ini berpengaruh sangat besar untuk mengurangi tingkat kekerasan dan diskriminasi.
Jadi menurut Anda, apa yang menyebabkan UU PPRT ini tidak segera disahkan meski sudah 20 tahun?
Menurut saya sebenarnya ini tinggal kebaikan hati dari Mbak Puan, Pak Dasco, Pak Rahmat Gobel, Cak Imin dan para pimpinan di DPR RI. Karena dirasa sudah tidak ada lagi hal-hal yang dianggap meresahkan, karena ini semua sudah dibahas di dalam naskah akademik sudah masuk, surpres sudah masuk, dan ini sudah diketok palu oleh Puan sebagai inisiatif DPR. Jadi sebetulnya, kalau alurnya lurus, itu bulan ini bisa pengesahan.
Jadi saya ingin menyampaikan pada Mbak Puan, jangan berpikir ini siapa yang membawa atau ini usulan siapa, atau fraksi mana. Lihatlah 23 juta PRT di dalam negeri dan 10 juta PRT migran yang butuh perlindungan hukum. Ini bukan persoalan siapa yang mengangkat, ini adalah tentang negara yang punya kewajiban dan berperan melindungi jutaan warga negara yang mereka bekerja dalam area-area domestik yang jarang tersentuh secara publik.
Artinya ada kecurigaan dari pimpinan dewan, karena melihat siapa yang mengangkat RUU PPRT ini, sehingga pimpinan dewan berat untuk mengesahkan?
Iya. Ada kecurigaan itu. Tapi saya berharap para pimpinan DPR, pintu hatinya, empatinya, kebaikan hatinya, terketuk. Karena mereka adalah wakil rakyat yang dipilih oleh rakyat. Jadi saya berharap bulan September ini adalah bulan yang baik untuk menunjukkan jejak sejarah yang baik, di mana RUU PPRT disahkan menjadi UU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga di bulan September ini, di tahun 2024 ini.
Kira-kira kecurigaan apa yang ada di pikiran mereka sampai mereka sebegitu menahan RUU ini?
Saya tidak tahu persis. Tapi kami mendapatkan informasi dari luar, dan kita berkomunikasi terus dengan teman-teman yang di dalam. Misalnya begini, teman-teman PRT kan mayoritas adalah perempuan, 70-nya adalah perempuan. Kebanyakan juga ibu-ibu, ada juga perempuan muda yang bekerja menjadi pekerja rumah tangga. Keperempuanannya itulah yang, kami dalam Koalisi Masyarakat Sipil berpikir, ini mestinya ada unsur kesetaraan, ada unsur equality yang mesti kita dorong.
Jadi kalau dari sisi keperempuanan, saya itu mau mengetuk pintu hati Mbak Puan. “ini kami PRT perempuan lho, Mbak Puan juga perempuan, ayo kita bisa kok sama-sama mencetak sejarah di tahun ini untuk teman-teman pekerja rumah tangga. []
© Copyright 2024, All Rights Reserved