Sosok Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok )dianggap kontroversial karena kerap bicara keras dan blak-blakan di media massa. Gerindra meilihat, masalah terpenting Ahok sebenarnya bukan soal kebiasaannya bicara keras, melainkan soal ketidak-pahamannya soal aturan hukum yang justru membuat ia terlihat arogan.
Setidaknya demikian pandangan yang disampaikan Ketua Bidang Advokasi DPP Gerindra Habiburokhman kepada politikindonesia.com, Minggu (29/03). "Ada beberapa catatan kami soal ucapan Ahok yang mencerminkan ia tidak memahami aturan hukum dari hal-hal yang ia tanggapi, ujar dia.
Habib mengatakan, yang pertama, Ahok pernah mengeluarkan sindiran seolah Partai Gerindra melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan konstitusi ketika saat itu mendukung Pilkada melalui DPRD.
"Ahok tidak paham kalau soal Pilkada langsung atau tidak langsung sama sekali tidak diatur dalam konstitusi. Terlepas dari argumentasi tentang model Pilkada mana yang lebih demokratis, sikap Partai Gerindra yang mendukung Pilkada lewat DPRD tidak melanggar satupun pasal dalam konstituisi kita."
Pernyataan lainya, Ahok sempat menyatakan jika ia menjadi Mendagri maka ia sudah memecat Wakil Ketua DPRD DKI M Taufik yang ikut melakukan orasi saat FPI melakukan demo di depan Balaikota bulan November 2014 lalu.
"Ahok seolah tidak tahu jika tidak ada larangan bagi siapapun di negeri ini untuk berorasi di sebuah aksi unjuk rasa. Hal tersebut dijamin oleh UU Nomor 9 Tahun 1999 dan juga Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 tentang kebebasan menyampaikan pendapat. Jadi Mendagri sekalipun tidak bisa memecat M. Taufik dengan alasan berorasi di saat ada unjuk rasa," ujar dia.
Habib menambahkan, Ahok juga pernah salah menuding DPRD melanggar Putusan MK dalam perkara uji materiil UU Tentang Keuangan Negara dan UU Tentang MPR,DPR, DPD dan DPRD. "Tudingan tersebut jelas tidak berdasar karena yang diputus oleh MK dalam perkara tersebut adalah pengaturan pembahasan anggaran di tingkatan DPR RI dan bukan tingkat DPRD Propinsi dan Kabupaten."
Dalam Perkara tersebut MK menghapus frasa “kegiatan lain dan jenis belanja” di UU Keuangan Negara dan UU MD3 yang sebelumnya mengatur adanya hak DPR untuk menyetujui atau tidak menyutujui anggaran sampai tingkat secara terperinci sampai tingkat kegiatan dan jenis belanja.
Habib mengatakan, dari tiga momen tersebut nampak jelas bahwa Ahok cenderung sembarangan dalam memberikan pernyataan. "Kita tidak tahu apakah Ahok memang memiliki niat baik dengan kerap berkata keras dan blak-blakan. Namun sebagai seorang pejabat publik seharusnya ia memahami persoalan-persoalan hukum mendasar, ucapannya juga harus benar-benar “difilter” terlebih dahulu sebelum dilempar ke publik agar tidak menimbulkan persepsi yang salah.
"Ucapan dan sikap seorang pejabat yang tidak sesuai dengan hukum dapat dikategorikan sebagai sebuah kesewenang-wenangan. Negara kita adalah negara hukum, apapun persoalan kenegaraan yang terjadi harus diselesaikan sesuai dengan ketentuan hukum," tandas Habib.
© Copyright 2024, All Rights Reserved