Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul, M Jamiluddin Ritonga, mengatakan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) harus menelusuri kenaikan suara PSI.
Sebab, perolehan suara sementara PSI naik signifikan pada Jumat malam (1/3/2024) pukul 22.00 WIB. Partai pimpinan Kaesang Pangarep, anak Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu naik jadti 3,09% atau sebanyak 2.363.960 suara.
Sementara berdasarkan hasil quick count dari semua lembaga survei menempatkan suara PSI kurang dari 3%. Dengan kata lain, semua lembaga memprediksi PSI tidak lolos Senayan.
“Untuk itu, Bawaslu dan KPU seyogyanya dapat mendeteksi hal tersebut,” kata Jamiluddin dalam keterangannya, Sabtu (2/3/2024).
Jamiluddin mengatakan, jika ada ‘operasi senyap’ dan sejenisnya hal itu sangat mencederai demokrasi. Sebab, hal itu merupakan bentuk pengkhianatan terhadap suara rakyat dengan mengalihkan ke partai yang tidak berhak.
“Kenaikan itu juga dipertanyakan karena terjadi hanya dalam 2 jam suara PSI bertambah 19.500 dari 110 TPS. Hal ini dikhawatirkan terjadi penggelembungan suara yang memang diberitakan muncul di banyak tempat,” kata Jamiluddin.
Selain itu, rumor adanya operasi senyap yang akan meloloskan partai politik tertentu ke Senayan juga patut diantisipasi. Setidaknya kenaikan signifikan itu harus ditelusuri apakah terkait dengan adanya operasi senyap tersebut.
“Jadi, kalau KPU dan Bawaslu tidak dapat menjelaskan dan mengatasi hal itu, maka wajar kalau anak bangsa akan mempertanyakan legitimasi hasil Pileg dan Pilpres. Karena itu, KPU dan Bawaslu sebaiknya dibubarkan saja,” pungkas Jamiluddin.[]
© Copyright 2024, All Rights Reserved