Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari Provinsi Lampung, Andi Surya, mengemukakan wacana agar Pemerintah Provinsi Lampung melibatkan para pemangku kepentingan dan masyarakat untuk mengevaluasi seluruh lahan hak guna usaha (HGU) dan hak pengelolaan lahan (HPL) yang ada di wilayah itu.
“Saya sangat setuju jika kita semua, baik pemerintah, kaum politisi, tokoh-tokoh masyarakat dan seluruh pimpinan daerah melakukan evaluasi ulang terhadap aset-aset negara dan daerah sehingga akan diperoleh data yang lebih konkrit dan terkini terhadap aset-aset Lampung ini," terang Andi kepada pers, Senin (20/11).
Andi menilai, banyak terjadi konflik-konflik tanah yang melibatkan BUMN, perusahaan swasta, dan pemerintah yang berhadapan langsung dengan kepentingan lahan rakyat. Di sisi lain, Pemprov Lampung sendiri masih menemui kesulitan dalam mengendalikan aset-aset daerah terutama terkait dengan pendataan dan administrasi aset.
Mantan anggota DPRD Lampung tersebut menambahkan, termasuk juga mendata, mengevaluasi dan mengukur ulang lahan negara yang telah di-HGU atau HPL-kan. "Kedua komponen ini berdasarkan pengaduan masyarakat kepada saya ditemukan masalah. Banyak HGU dan HPL yang tidak sesuai dengan ukuran yang sebenarnya, ada juga yg menelantarkan HGU, dan bahkan ada yang menyerobot tanah-tanah adat dan milik warga," ujarnya.
HGU dan HPL yang dikeluarkan pemerintah malah tidak memberikan nilai tambah kehidupan bagi kesejahteraan rakyat, maka sudah semestinya dievaluasi ulang. “Apalagi saat ini tengah getol-getolnya Presiden Jokowi melalui BPN untuk segera mensertifikasi lahan-lahan rakyat yang bermasalah".
Andi juga menyoroti lahan-lahan yang dikuasai BUMN seperti HPL Pelindo di Pidada Panjang, Tanah GroonKart PT. KAI serta HPL Pemprov Lampung di Waydadi. “Ini harus segera diverifikasi ulang, karena secara umum keberadaan alas hak atas lahan-lahan tersebut tidak bisa atau mampu menunjukkan secara jernih status hak-nya,’ ujar dia.
Misalnya, tambah Andi, soal GroonKaart PT KAI. GroonKaart adalah produk Zaman Belanda, otomatis PT. KAI harus melepaskan klaimnya karena tidak memiliki dasar hukum RI. Sedangkan HPL Pelindo dan Pemprov Lampung, yang asal muasal munculnya tidak memperhitungkan keberadaan masyarakat yang telah menempati lahan itu lebih dari 20 tahun.
“Sesuai dengan UU Pokok Agraria No. 5/1960, dan lahan-lahan HGU yang dikuasai perusahaan swasta banyak melanggar hak adat serta menyingkirkan hak warga yang telah lama menempatinya. “Alangkah baiknya penguasaan HGU dan HPL dilakukan pendataan ulang,” katanya.
Andi mengemukakan tiga alasan, perlunya evaluasi menyeluruh. Pertama, guna menempatkan kesesuaian kebutuhan lahan pemerintah, BUMN atau swasta sehingga tidak ada lagi lahan-lahan yang terbengkalai.
Kedua, memberikan kesempatan kepada rakyat untuk mendapatkan hak-haknya dalam menguasai tanah dan tidak bertabrakan dengan HGU dan HPL bahkan GroonKaart PT. KAI yang tidak memiliki dasar hukum itu.
“Ketiga, agar BPN segera melalukan verifikasi dan sertifikasi tanah-tanah rakyat yang bermasalah sesuai program sertifikasi tanah rakyat yang dicanangkan Presiden Jokowi,” tandas Andi Surya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved