Sikap partai politik yang masih mendukung calon kepala daerah yang nyata-nyata sudah memilih jalur independen atau perseorangan untuk maju di pilkada serentak pada 2017 dinilai aneh. Jika parpol sudah mendeklarasikan dukungan bagi calon perseorangan, maka makna parpol sebagai pilar demokrasi dan sebagai sumber dari rekrutmen kader sudah kehilangan arti.
Pendapat itu disampaikan Pengamat Politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di kantor MMD Inititave, Jakarta, Rabu (30/03).
“Menurut saya itu aneh, ini yang memposisikan dan meletakkan partai dalam posisi yang sulit karena ternyata sifatnya membonceng. Ya kalau dia dapat suara banyak jadi perahu, kalau dia ada petahana bagus, dia bonceng. Itu tidak boleh," kata Siti.
Dalam pandangannya, jika parpol sudah mendeklarasikan dukungan dan calon perseorangan menerima dukungan itu, maka makna parpol sebagai pilar demokrasi dan sebagai sumber dari rekrutmen kader telah kabur.
Siti menilai, parpol tersebut justru melakukan deparpolisasi. “Ini yang deparpolisasi yang konkret menurut saya, tapi tidak sadar parpol melakukan itu, sayang sekali," ujarnya.
Siti mengatakan, dalam Undang Undang Pilkada disebutkan partai dan gabungan partai dapat mengusung calon kepala daerah. Akan tetapi, bukan mengusung untuk calon perseorangan. “Jadi parpol dan gabungan parpol bukan mengusung perseorangan, buka lagi pasalnya," tandasnya.
Seperti diketahui, dalam Pilgub DKI 2017 sejumlah parpol seperti Nasdem dan Hanura sudah mendeklarasikan dukungan kepada Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Padahal, Ahok sudah menyatakan bahwa dirinya maju sebagai calon independen bukan dari partai politik. Ahok maju dengan cara mengumpulkan KTP yang dikoordinatori oleh TemanAhok.
© Copyright 2024, All Rights Reserved